Kamis, 29 Agustus 2024

Hikmah Memegang Tongkat

Hikmah Memegang Tongkat

Imam al-Ghazali pernah mengatakan di dalam kitabnya Ihya Ulum ad-Din:

فَإِذَا فَرَغَ المُؤَذِّنُ قَامَ مُقْبِلاً عَلَى النَّاسِ بِوَجْهِهِ لاَ يَلْتَفِتُ يَمِيْنًا وَلاَشِمَالاً وَيُشْغِلُ يَدَيْهِ بِقَائِمِ السَّيْفِ أَوْ العُنْزَةِ وَالمِنْبَرِ كَيْ لاَ يَعْبَثَ بِهِمَا أَوْ يَضَعَ إِحْدَاهُمَا عَلَى الآخَر

“Apabila muadzin telah selesai (adzan), maka khatib berdiri menghadap jama’ah dengan wajahnya. Tidak boleh menoleh ke kanan dan ke kiri. Dan kedua tangannya memegang pedang yang ditegakkan atau tongkat pendek serta (tangan yang satunya memegang) mimbar. Supaya dia tidak mempermainkan kedua tangannya. (Kalau tidak begitu) atau dia menyatukan tangan yang satu dengan yang lain.”

Dari penjelasan imam al-Ghazali di atas dapat dipahami bahwa tujuan dan hikmah di balik kesunnahan pemegangan tongkat tersebut adalah agar sang khotib tetap konsentrasi dalam menyampaikan khutbahnya serta tidak memain-mainkan tangannya.

Sementara Imam Ibn Hajar al-Haitami di dalam kitab Tuhfah al-Muhtaj juga menyebutkan bahwa hikmah lain dibalik kesunnahan ini adalah untuk mengingatkan kepada kaum muslimin bahwa agama Islam yang mereka yakini kebenarannya ini.

Tradisi ini didirikan dengan adanya perjuangan dan banyak pengorbanan, dan agar orang Islam sadar akan perjuangan para pendahulu mereka untuk memperjuangkan agama.

Hal ini membuat kaum muslimin agar tidak menyia-nyiakan perjuangan dari para pendahulunya.

Semoga Bermanfaat.... 

In Frame
Sekedar Berbagi

Tidak ada komentar: