Senin, 29 Agustus 2022

Mengenal: Akar Keruntuhan kebersamaan

Mengenal: Akar Keruntuhan kebersamaan 

Lawan dari bersama adalah sendiri, sehingga kebersamaan dilawan individualistis, atau "kita" dirobohkan "aku."

Di sinilah terdapat akar keruntuhan kebersamaan itu, tatkala orang tidak lagi bicara "kita" tetapi lebih mendahulukan "aku" kemudian "kami."

Akibat tidak memikirkan "kita," orang lain menjadi tak penting. Apalagi jika orang lain itu tidak punya ikatan kepentingan.

Lebih mengerikan lagi jika orang lain itu dianggap "lawan" atau "berbeda" dengan dirinya, maka tak urung akan dilibas. Dalam kondisi individualistis begini, jangan lagi bicara soal toleransi. Justru terjadilah defisit toleransi.

Seiring bergulirnya tahun politik ini, "aku" akan lebih kentara, dan "lawan" atau "berbeda" terlihat lebih mencolok, tidak samar-samar lagi.

Akibatnya, pertarungan individualistis akan lebih marak, apalagi jika dikaitkan dengan teori "keberjejalan manusia" yang dikenalkan oleh filsuf Erich Fromm.

Istilah "keberjejalan manusia" bukan sekadar menunjukkan kepadatan penduduk, tetapi penekanannya pada penggambaran pertarungan untuk survive yang didorong perilaku agresi. 

Dalam pertarungan itu terdapat kecenderungan "mereka yang kuat berusaha membinasakan yang lemah."

Beberapa indikator "kuat" itu bisa saja berupa kekuasaan politik, kekuatan uang, kekuatan fisik, hingga kekuatan ideologi.

Mereka yang kalah dalam pertarungan itu berpotensi dihinggapi frustrasi. Manusia adalah volo (aku mau), sebuah titik tolak sebagaimana dikenalkan oleh Maine de Biran. 

Manusia itu mau apa saja, tetapi hasrat terhadap "apa saja" selalu dibatasi kepantasan-kepantasan maupun kemampuan diri. Pembatas itulah yang kerap membuat frustrasi.

Sebagaimana bergulirnya tahun politik akan banyak pihak kalah bertarung. Artinya, tidak sedikit yang bakal frustrasi.

Celakanya, frustrasi ini dibiarkan menjadi stimuli agresi. Padahal, agresi punya tujuan untuk menghilangkan ancaman dengan cara menghindari ataupun menghancurkan sumber ancaman itu.

Semakin bermaksud menghancurkan, kian tumbuh kedestruktifannya. Kalau sampai destruktif, levelnya meningkat menjadi agresi jahat yang cenderung merugikan orang lain. 

Maka, persoalan moralitas diabaikan. Kekerasan dianggap halal. Inilah gambaran intoleransi. Ini juga penguat runtuhnya kebersamaan.

#Semoga Bermanfaat & Menambah Berkah.....
#Salam Perubahan, Menuju Kemajuan, Dengan Tujuan.....
#Salam Satu Jiwa, Buktikan Kita Pasti Bisa....

In Frame
Kebersamaan, Lailatul Ijtima' MWC NU Krembung Beserta Majelis Dzikir & Sholawat PAC GP. Ansor Krembung

Tidak ada komentar: