Senin, 24 Februari 2025

Menghidupkan kepekaan hati

Menghidupkan kepekaan hati

 مِنْ عَلَامَاتِ مَوْتِ الْقَلْبِ عَدَمُ الْحُزْنِ عَلَى مَا فَاتَكَ مِنَ الْمُوَافَقَاتِ وَتَرْكُ النَّدْمِ عَلَى مَا فَعَلْتَهُ مِنْ وُجُوْدِ الزَّلَّاتِ     

Di antara tanda matinya hati ialah tidak adanya rasa sedih atas hilangnya kesempatan untuk taat kepada Allah dan tidak adanya penyesalan atas perbuatan (lalai dan maksiat) yang telah anda lakukan…” 

Apa hubungannya antara matinya hati dengan bahagia? Untuk bisa berbahagia seseorang perlu merasakan kesedihan di awalnya. 

Ibarat ingin mendapatkan gelar juara, seseorang harus berusaha menyisihkan kempetitornya. 

Mereka yang di awal sudah berleha-leha adalah pecundang sebenarnya. Ibnu Athaillah semacam ingin memberikan peringatan kepada orang yang huhuhaha selalu berbahagia dan menganggap tidak terjadi apa-apa dalam hidupnya.

Padahal semakin hari ada saja disrupsi dalam setiap sisi hidupnya, sementara orang semacam ini mengentengkannya. Bisa saja ini pertanda kematian hatinya. 

Justru mereka yang sering menangis, simpati dan empati serta mudah tersentuh dengan keadaan sekitarnya adalah tergolong yang hidup hatinya. 

Orang inilah yang berhak berbahagia atas masa depannya. Bukan berarti kita harus selalu pesimis dan menangis begitu saja. Kepada mereka yang banyak melakukan perbuatan dosa, Ibnu Athaillah menghibur agar tetap berbesar hati menjalaninya.

Semoga Bermanfaat

In Frame
Sekedar Berbagi

Tidak ada komentar: