Minggu, 27 Februari 2022

Moderasi Beragama: Mencegah Generasi Muda Tersusupi Paham Radikalisme

Peran kita sebagai orang tua, guru, pejabat terkait, atau sebagai tokoh agama maupun tokoh masyarakat memiliki tanggungjawab besar terhadap kelangsungan generasi muda untuk menjauhkannya dari paham bernuansa radikalisme (baik melalui pemikiran, tulisan, tindakan d.s.t yang merusak dan mengganggu ketentraman bermasyarakat).

Tradisi para orang tua, guru, atau para pejabat terdahulu dalam menjaga kelangsungan generasi penurus bangsa dengan jargon Mulat, milolo, miluta (mendekatinya dengan cara terbaik, mengambil hatinya dengan cara yang benar, memberi solusi terhadap suatu masalah dengan bijak) adalah patut kita renungkan bersama untuk menciptakan ketentraman hidup bermasyarakat.  
 
Jangan sampai generasi muda kita terpengaruh dan tersusupi paham-paham radikal yang merusak serta mengobok-obok keberadaan masyarakat, bangsa dan negara. Bahkan paham radikal bukan saja bisa mengancam kehidupan berbangsa dan bernegara tetapi juga bisa merusak kehidupan rumah tangga dan meracuni masa depan pemuda baik secara langsung maupun secara perlahan-lahan.

Patut kita pahami secara seksama, apalagi penyebaran paham radikalisme saat ini sangat marak disebarkan melalui media sosial dengan sasarannya adalah generasi muda. Gejala ringannya, terlihat sangat semangat ibadahnya  tanpa diimbangi keilmuan agama yang terinterdisiplin, serta memiliki jaringan pemahaman aspek sosial yang rusak. 

Sebagaimana tersebutkan, terhitung sejak tahun 2019 Kementerian Agama memasukkan program Moderasi Agama sebagai salah satu program prioritas dan salah satu upaya mencegah paham radikalisme patut kita dukung sepenuhnya.

Diantara upaya Kementerian Agama ini dalam mencegah paham radikalisme tersebut adalah:

Membentuk Team Cyber Anti-Radikalisme dan Anti-Narkoba
Mereview Kegiatan/Program yang tidak prioritas dan menggantinya dengan Kegiatan Anti-Radikalisme, Mensosialisasikan ajaran Agama secara bijak (santun, saling menghargai, saling menghormati, damai, toleran, hidup rukun, menerima keberagaman dan kemajemukan, memiliki rasa cinta Tanah Air dan bela Negara serta ajaran agama yang Rahmatan Lil’alamin), Memberdayakan peran Penyuluh Agama (baik Fungsional/Penyuluh Non-PNS, Muballigh, Penceramah dan KUA Kecamatan dalam upaya pencegahan paham Radikalisme), Memberdayakan Lembaga Pendidikan Agama Formal (RA/BA, MI, MTs dan MA) maupun Lembaga Pendidikan Agama Non-Formal (TKQ, TPQ, DTA dan Pondok Pesantren) dalam upaya Pencegahan Paham Radikalisme kepada Santri atau Siswa, Pembinaan Agama bagi siswa di sekolah-sekolah melalui Guru Pendidikan Agama untuk mencegah masuknya paham radikalisme, Menjalin hubungan koordinatif dengan Lembaga/Ormas Keagamaan (baik Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Buddha dan Konghucu) dalam upaya mencegah Paham Radikalisme, Bermitra dengan para Tokoh (baik Tokoh Agama, Tokoh Masyarakat dan FKUB) dalam Mewujudkan Tri Kerukunan Agama, Melakukan penanggulangan paham Radikalisme dengan edukasi masyarakat (penyuluhan, bimbingan masyarakat di sekolah, keluarga, pesantren, majelis taklim, serta sejumlah program seperti dialog, workshop, dan diklat), Melakukan pemulihan paham Radikalisme yang dilakukan dengan penyuluhan dan konseling (misalnya,  terhadap eks-NAPI teroris). 

Adalah suatu upaya yang patut kita banggakan dan terus kita dukung bersama demi terwujudnya masyarakat yang damai, bersih dari tindakan maupun gejala radikalisme yang menjadi musuh bersama.


#Semoga Bermanfaat & Menambah Berkah...
#Salam Perubahan, Menuju Kemajuan Dengan Tujuan...
#Salam Satu Jiwa, Buktikan Kita Pasti Bisa...

Kamis, 24 Februari 2022

Kebersamaan Dalam Lailatul Ijtima'

Lailatul Ijtima', menjadi suatu kesempatan terpenting yang teragendakan setiap bulan sekali. Dimana pertemuan atau kegiatan ini dilakukan oleh jajaran Pengurus Nahdlatul Ulama dalam rangka menjalin silaturrahim,  membangun kekuatan, kebersamaan, kemandirian dan kematangan dalam berorganisasi.  

Dalam rekam jejak keberadaannya Lailatul Ijtima', Bagi masyarakat NU adalah suatu hal yang biasa dan sudah berlangsung lama serta terorganisir dengan baik.

Pertemuan ini dinamakan Lailatul Ijtima’, yang memiliki arti penuh dengan makna nilai keberkahan. Lailah yang berarti malam, dan ijtima’ artinya pertemuan. Arti secara harfiahnya adalah sebuah ”pertemuan malam” yang diselenggarakan setiap bulan.

Dalam perjalanan rekam jejaknya pertemuan ini berawal dari sebuah kebiasaan para kiai terdahulu yang di kemudian hari diikuti generasi tahap berikutnya dan pada akhirnya menjadi kebiasaan orang-orang NU atau pengurus NU pada umumnya. 

Pertemuan ini dimanfaatkan untuk membahas berbagai persoalan di masyarakat, termasuk memecahkan dan mencarikan suatu solusi atas problem organisasi, mulai masalah iuran, menghadapi Ramadhan, menentukan awal Ramadhan, termasuk juga menyangkut  masalah-masalah umat yang berat atau sulit terselesaikan.

Rutinitasnya Lailatul Ijtima’ ini dilakukan mulai dari tingkat pengurus ranting (desa), tingkat majelis wakil cabang (kecamatan), tingkat cabang (kabupaten/kota), tingkat wilayah (provinsi), sampai pengurus besar.

Semoga dengan adanya Lailatul Ijtima' tersebut semakin banyak manfaatnya bagi umat dan menambah keberkahan seutuhnya dalam hidup bermasyakat, berbangsa dan bernegara yang berkemajuan (bermasyarakat madaniyah, berwawasan Qur'aniyah, berilmu yang amaliah, beramal yang ilmiah).


#Semoga Bermanfaat & Menambah Berkah...
#Salam Perubahan, Menuju Kemajuan, Dengan Tujuan...
#Salam Satu Jiwa, Buktikan Kita Pasti Bisa...

Rabu, 23 Februari 2022

Metaverse Dalam Panggung Jagat Raya

Pemberitaan yang menjadi tranding topik saat ini, salah satunya terkait platform media sosial yang paling terkenal di jagat raya internet, Facebook, telah melakukan rebranding untuk memberi sinyal dan merangkul ide-ide futuristik dengan mengangkat istilah metaverse. Sebagai menu utamanya, untuk memperoleh dukungan masyarakat sepenuhnya di era 4.0/5.0 saat ini.


Dalam satu kesempatan CEO Facebook, Mark Zuckerberg mengubah nama perusahaannya menjadi Meta Platforms Inc., atau disingkat lebih sederhana dengan istilah Meta.  

Rekam jejak kemajuan zaman memaknai istilah metaverse ini bukan merupakan suatu hal yang baru. Keberadaan dan munculnya ide metaverse ini berguna dan memiliki kemungkinan akan bersama kita untuk beberapa waktu di masa mendatang untuk menjawab tantangan dan menciptakan peluang zaman. Konsep metaverse sangat layak dipahami, apalagi jika kita kritis terhadap masa depan.

Dalam konten rekam jejak sebenarnya, orang pertama yang terkenal telah menciptakan istilah metaverse adalah Neal Stephenson. Ia menyebutkan istilah tersebut pada novelnya di tahun 1992 yang berjudul Snow Crash. Istilah metaverse merujuk pada dunia virtual 3D yang dihuni oleh avatar orang sungguhan. Dimana keberadaan ini turut mewarnai perubahan dan perkembangan zaman.

Namun istilah ini belum memiliki definisi yang bisa diterima secara universal di masyarakat. Sederhananya, anggap saja metaverse adalah internet yang diberikan dalam bentuk 3D. Seiring dengan itu, Zuckerberg menggambarkan metaverse sebagai lingkungan virtual yang bisa kita masuki, alih-alih dengan hanya melihat layar di depan saja.

Lebih sederhananya, ini adalah dunia komunitas virtual seakan-akan tanpa akhir dan saling terhubung. Di mana, orang-orang dapat bekerja, bertemu, bermain dengan menggunakan headset realitas virtual, kacamata augmented reality, aplikasi smartphone dan atau perangkat lainnya. Sebagai perekat ruang penjelajahannya di dunia maya tersebut. 

Dalam konteks serial Facebook-nya,  metaverse adalah sebuah seperangkat ruang virtual, tempat seseorang dapat membuat dan menjelajah dengan pengguna internet lainnya yang tidak berada pada ruang fisik yang sama dengan orang tersebut. Membuat seseorang dunia serasa di genggaman tangan.

#Semoga Bermanfaat & Menambah Berkah...
#Salam Perubahan, Menuju Kemajuan, Dengan Tujuan...
#Salam Satu Jiwa, Buktikan Kita Pasti Bisa...

Selasa, 22 Februari 2022

Pesan: Think Globally, Act Locally

Dalam studi analisis sosialnya kemunculan pemikiran global secara langsung maupun tidak, dipengaruhi oleh arus globalisasi. Selaras dengan pesatnya perkembangan teknologi menghilangkan batasan-batasan yang ada. Seperti dengan mudahnya kita mendapatkan informasi serta menjalin komunikasi di tempat yang berbeda dalam waktu yang bersamaan.

Tindak kelanjutannya, sehingga mau tidak mau memacu masyarakat harus memiliki pemikiran serta sikap yang terbuka terhadap perkembangan tersebut.

Dalam konten tekstualnya ini, berpikir global bisa diartikan memiliki pemikiran yang mendunia atau global. Sedangkan bertindak lokal berarti berperilaku 
serta bertindak sesuai kebudayaan lokal daerah atau nasional. Dengan besar harapan, harkat dan martabat kita tetap terjaga serta bermanfaat secara luas di masyarakat.

Sehubungan dengan penjelasan tersebut, para ahli keilmuan sosial telah mengembangkan ungkapan atau pernyataan "Think Globally, Act Locally" yang apabila diartikan dalam konteks bahasa Indonesia menjadi "berpikir global, bertindak lokal." Esensinya memang terkesan Sederhana, namun besar nilai manfaatnya di tengah masyarakat.

Gayung berlanjut, kita diharapkan dapat mengambil pengalaman dan pengetahuan dari budaya, suku bangsa, ataupun negara lain. Namun, penerapannya harus tetap memperhatikan nilai kebudayaan lokal yang ada. Ini adalah potret manusia modern yang mampu bersikap dan berwawasan ilmiah (tetap teguh dan beradab memaknai fenomena gejolak zaman).

Sebagai contoh orang Indonesia bisa mencari dan memperoleh pengetahuan lebih mengenai kebudayaan negara lain. Tetapi hanya sebatas pengetahuan yang sifatnya positif atau tidak mengikuti kebiasaan yang negatif, karena bisa jadi tidak sesuai dengan nilai kebudayaan lokal Indonesia. Sebagai wujud cintanya kepada Indonesia, demi dan untuk tetap berjaya ke arah berkemajuan bersama.

#Semoga Bermanfaat & Menambah Berkah...
#Salam Perubahan, Menuju Kemajuan, Dengan Tujuan...
#Salam Satu Jiwa, Buktikan Kita Pasti Bisa...

Sabtu, 19 Februari 2022

Perjalanan Semar & Sunan Kalijaga

Dalam konteks regulasi sejarahnya, Semar sesungguhnya sudah dikenal masyarakat Jawa jauh sebelum Kanjeng Sunan Kalijaga lahir. (Baca: Lakon Pagelaran Seni Pewayangan)

Dalam lembaran referensi yang lain, nama Semar sendiri bisa ditemukan dalam kakawin Siwa Sogata, Sanghyang Nawaruci dan Sudamala (yang juga terdapat dalam relief di Candi Sukuh). (Baca: Karakter Tokoh Seni Pewayangan)

Semar dipahami sebagai prototipe manusia Jawa sejati, sosok paripurna yang telah menemukan jati dirinya. Manusia Jawa sejati adalah ia yang senantiasa sadar diri, tahu diri, “sumeleh ing pamikir” (bersikap rendah hati dalam berpikir) dan “sumarah ing karep” (memasrahkan seluruh keinginan pada kehendak Gusti). (Baca: Simbol Karakter Masyarakat Jawa)
.
Kata “Jawa” sendiri oleh para leluhur dimaknai sebagai keadaan sadar, mengerti, eling, dan waspada. Meskipun seseorang keturunan Jawa, tetapi jika belum sadar diri dan tahu diri, oleh leluhur ia disebut “ora njowo”. Sebaliknya, meskipun seseorang bukan keturunan Jawa, tetapi jika senantiasa sadar diri dan tahu diri, ia disebut “njowo”. (Baca: Sejarah Suku Jawa)

Itu sebabnya, kendati keturunan Arab, para Syekh  atau Wali sangat dimuliakan di tanah Jawa sebab beliau adalah sosok yang telah menemukan jati dirinya. (Baca: Kehidupan Masayarakat Jawa)

Melalui lakon Semar dalam kesenian wayang, Kanjeng Sunan Kalijaga, Sang Guru Agung Tanah Jawa, membabar ajaran tentang manusia Jawa sejati. (Baca: Dakwah Sunan Kalijaga)

Selaras sebagaimana tersebutkan di atas, dalam satu kesempatan Sunan Kalijaga Lewat Lakon Semar ini memberikan tiga nasehat kepada masyarakat secara luas. (Baca: Pergerakan Dakwah Sunan Kalijaga)

Dimana isi nasehatnya ini saling terkait satu sama lain diantaranya,
1. Ojo ngaku pinter yen durung biso nggoleki lupute awake dewe (Jangan mengaku pintar jika belum bisa mencari kesalahan diri sendiri).

2. Ojo ngaku unggul yen ijeh seneng ngasorake wong liyo (Jangan mengaku unggul jika masih senang merendahkan orang lain).

3. Ojo ngaku suci yen durung biso manunggal ing Gusti (Jangan mengaku suci jika masih belum bisa menyatu dalam Gusti).

Melalui tiga nasehat inilah apabila sebagai seorang hamba mampu mengamalkannya secara seksama, maka akan  menemukan kehidupan sejati. (Baca: Wejangan Sunan Kalijaga)


#Semoga Bermanfat & Menambah Berkah...
#Salam Perubahan Menuju Kemajuan Dengan Tujuan...
#Salam Satu Jiwa Buktikan Kita Pasti Bisa...

Jumat, 18 Februari 2022

Wayang: Wayahe Sembayang (Untuk Menemukan Kehidupan Sejati)

Pesan moral pagelaran Wayang sebetulnya mengajak dan mengajarkan kehidupan sejati (bermanfaat & bermartabat). Melalui contoh karakter, sikap, etika atau keadaban yang dimiliki tokoh-tokoh sentral dalam seni wayang kulit. Dintaranya tersebutkan sebagai berikut,

(1)Kesempurnaan sejati, mengingatkan kita bahwa tugas manusia adalah sebagai wakil Tuhan di bumi. 

(2)Kesatuan sejati, bahwa sebagai seorang kesatria diharapkan mampu beradaptasi dengan lingkungan sosialnya dengan bersatu serta rukun dalam kesatuan sebagai sebuah kebutuhan dan rasa tanggung jawab.  

(3)Kebenaran sejati, sebagai seorang manusia yang berjiwa kesatria harus selalu berusaha menjadi manusia yang benar untuk menghapus segala keburukan. 

(4)Kesucian sejati, yang berarti bahwa semua satria yang baik akan selalu membentuk dirinya menjadi manusia dan menciptakan kehidupan suci, sehingga menjadi manusia yang suci sampai akhir hayat. 

(5)Kebijaksanaan sejati, bahwa satria sejati selalu berusaha untuk menjadi manusia yang bijaksana, walaupun sangat sulit untuk menjadi bijaksana. 

(6)Pengetahuan sejati, kesatria yang baik selalu mencari pengetahuan sejati sehingga disebut sebagai manusia yang memiliki ilmu pengetahuan yang baik.  

(7)Kesadaran Sejati, bahwa satria yang baik akan selalu mencari pemahaman agar menjadi manusia yang sadar akan keberadaan dirinya di dunia. 

(8)Kasih sayang sejati, satria yang baik selalu berusaha membentuk dirinya agar menjadi manusia yang bisa menerima sesamanya dengan tulus ikhlas.  

(9)Tanggungjawab sejati, bahwa satria yang baik akan selalu bertanggung jawab atas semua tindakan, serta tugas yang dilakukan sehingga dapat diselesaikan dengan baik.  

(10)Tekad sejati, kesatria yang baik selalu berusaha memiliki niat dan kehendak untuk mencapai cita-citanya dengan penuh tekad, walaupun dilakukan dengan susah payah dan banyak resiko.  

(11)Pengabdian Sejati, dibuktikan oleh satria yang berusaha menjadi manusia pemberani dan berdedikasi tinggi serta siap menjalankan tugas-tugas yang diembannya.

(12)Kekuatan sejati, bahwa satria yang baik memiliki kekuatan lahir dan batin yang seimbang, tabah dalam menghadapi segala cobaan dalam hidup. 

(13)Kebahagian sejati, satria yang baik akan selalu berusaha menjadi manusia yang berpengaruh sehingga gemar bertapa prihatin dan berguru untuk mencari ilmu yang bermanfaat. (Baca: Simbol kerendahan Hati Orang Jawa)

Besar harapan kita bersama, benar-benar bisa mengambil relasi nilai manfaatnya untuk menemukakan kebahagian hidup di masyarakat dan keselamatan di akhirat kelak.

#Semoga Bermanfaat & Menambah Berkah...
#Salam Perubahan, Menuju Kemajuan, Dengan Tujuan...
#Salam Satu Jiwa, Buktikan Kita Pasti Bisa...

Rabu, 16 Februari 2022

Ketahanan: Pagelaran Seni Pewayangan

Rekam sajian sejarah telah menyebutkan, dengan masuknya Agama Islam di Indonesia memberi pengaruh besar terhadap pagelaran seni wayang di masyarakat. 

Dengan alasan mendasar, untuk menjadikan seni wayang sebagai media dakwah Islam yang baik, harus disesuaikan dengan ilmu ketauhidan. Oleh sebab itu seni wayang mengalami perubahan mulai dari bentuk penggambaran tokohnya, pagelaran, konsep religi, sampai falsafah wayang itu sendiri guna menjadikan seni wayang sebagai media dakwah Islam yang benar-benar memiliki powered by rahmatal lil alamin.

Gerak tergulirnya waktu, sehingga pada setiap bagian dari seni pagelaran wayang memiliki filosofi yang mengandung ajaran Islam. (Baca: Rekam Sajian Sejarah, Wayang Di Bumi Nuswantara) 

Dalam ruas regulasinya, ada tiga rahasia yang menyebabkan seni wayang memiliki daya tahan dan kemampuan berkembang sepanjang zaman. Diantaranya, 

a)Hamot, yakni sifat keterbukaan dalam menerima pengaruh dan masukan dari dalam dan luar. 

b)Hamong, yakni kemampuan untuk menyaring unsur-unsur baru sesuai nilai-nilai wayang yang sudah ada, agar dapat diangkat menjadi nilai-nilai yang sesuai dengan wayang sebagai bekal untuk bergerak sesuai perkembangan zaman. 

c)Hamemangkat, yakni mengubah suatu nilai menjadi nilai yang baru. Semua sifat seni wayang tersebut tentunya akan melalui proses yang cermat dan panjang. (Baca: Simbol Kerendahan Hati Orang Jawa)


#Semoga Bermanfaat & Menambah Berkah...
#Salam Perubahan, Menuju Kemajuan, Dengan Tujuan...
#Salam Satu Jiwa, Buktikan Kita Pasti Bisa...

Selasa, 15 Februari 2022

Muslim Nuswantara Bertasbih

Presentasi dan apreasiasinya masyarakat Muslim Nusantara tersebutkan, ketika ketemu Bulan Rajab sungguh luar biasa dalam kreasi penyambutannya. (Baca: Apresiasi, Kreasi Masyarakat Muslim Nusantara)

Dimana dalam ruas literasinya disebutkan Bulan Rajab ini termasuk salah satu bulan dalam kalender Hijriyah sekalius penanggalan Jawa yang disebut "Rejeb." Dalam urutannya, Bulan Rajab ini terletak pada urutan ketujuh setelah Jumadil Akhir dan sebelum Sya'ban. (Baca: Mengenal Kalender Hijriyah & Kalender Masehi) 

Masyarakat Muslim secara umum di belahan dunia pada tanggal 27 Rajab, merayakan Isra' Mi'raj Nabi Muhammad SAW, yakni peristiwa perjalanan Rasulullah dari Masjidi Haram (Makkah) ke Masjidil Aqsha (Palestina) dilanjutkan ke Sidratul Muntaha untuk menerima perintah Sholat 5 waktu. (Baca: Sejarah & Makna Isra' Mi'raj Nabi Muhammad)

Seiring dengan itu, masyarakat Muslim Jawa pada umumnya mempunyai adat dan tradisi yang telah berlangsung secara turun temurun dalam memperingati Bulan Rajab, atau Rejeb dalam bahasa Jawa. (Baca: Tradisi & Budaya Muslim Nuswantara Bertasbih)

Masyarakat Jawa menggelar berbagai upacara adat di bulan tersebut. Diantaranya, 
(1)Tradisi membuat ambengan. Tradisi ini digelar dalam rangka memperingati Isra' Mi'raj Nabi Muhammad. Termasuk juga sebagai bentuk rasa syukur masyarakat atas keberkahan yang Allah SWT berikan di Bulan Rajab tersebut. Secara umum, tradisi ambengan ini dilakukan dengan mengajak masyarakat secara berbondon-bondong membawa berbagai varian makanan menuju masjid maupun mushola terdekat untuk dinikmati bersama. Dimana rangkaian acaranya ini diawali dengan doa bersama. (Baca: Ruas Muslim Nusantara)

(2)Pawai Peksi Buraq. Rangkaian kegiatan ini biasa ditemui di Yogyakarta dalam rangka memperingati Isra' Mi'raj. Pembuatan peksi buraq ini menggunakan bahan buah dan kulit jeruk bali. Kulit jeruk dibentuk hingga menyerupai badan, leher, juga sayap burung. Tidak lupa diberi jengger bagi burung jantan. Rangkaian daun kemuning digunakan sebagai sarang untuk bertengger peksi buraq. Nantinya akan diletakkan di bagian paling atas pohon dengan ruas bambu sebagai penyangga. (Baca: Relasi Muslim Nusantara)

(3)Rajaban Jum'at Kliwon. Tradisi ini bisa kita temui di Dukuh Wonosari yang menjadi agenda turun-temurun masyarakat yang dilakukan dengan acara kenduri satu dusun di jum'at kliwon Bulan Rajab. Adat warga yang dilakukan dengan kewajiban membawa kemenyan untuk dibakar. Selain kemenyan, warga juga wajib membawa ayam ingkung, ketan, nasi tumpeng, lauk serta buah pisang yang akan dinikmati bersama. Rangkaian acaranya ini dilengkapi dengan pembacaan tahlil atau doa bersama doa. (Baca Regulasi Muslim Nusantara)

(4)Tradusi Nyadran. Salah satu tradisi menyambut bulan Ramadan yakni Nyadran. Tradisi yang biasanya dilaksanakan setiap hari ke-10 bulan Rajab ini diikuti masyarakat dengan ziarah kubur untuk mendoakan leluhur sambil menabur bunga sekar. Seusai doa, acara dilanjutkan dengan kenduri atau makan bersama makanan tradisional. (Baca: Aktualita Muslim Nusantara)

(5)Menghidupkan malam Baro'atan. Tradisi yang dikenal di Kecamatan Kalinyamatan dan Pecangaan, Kabupaten Jepara. Dimana masyarakat di Kabupaten ini menyambut bulan Rajab dengan membuat lampion dan kreasi mobil-mobilan dari bambu dan kertas minyak transparan. Tidak hanya melibatkan orang dewasa, anak kecil dan remaja pun turut serta memeriahkan acara Beratan ini. Dan, tak lupa memanjatkan do'a meminta keberkahan di dalam Bulan Rajab tersebut. (Baca: Jati Diri Muslim Nusantara)

Ini semua bagian dari potret rekam jejak kekayaan tradisi dan budaya masyarakat Nusantara dalam menyambut keberkahan Bulan Rajab. Tentunya kita sebagai bagian masyarakat Nusantara yang bermartabat patut bangga dan memiliki kewajiban melestarikannya demi keutuhan jati diri Bangsa dan Negara Indonesia tercinta.

#Semoga Bermanfaat & Menambah Berkah...
#Salam Perubahan, Menuju Kemajuan, Dengan Tujuan...
#Salam Satu Jiwa, Buktikan Kita Pasti Bisa...

Sabtu, 12 Februari 2022

Menyambut Gembira, Bulan Rajab

Dalam untaian kalimat tersebutkan, Bulan Rajab adalah bulan menanam sebelum datangnya Ramadhan. Tanamlah segala kebaikan yang kita mampu. Rajab adalah bulan pelatihan sebelum datangnya Ramadhan, bulan penuh rahamat dan ampunan selama sebulan penuh. Abu Bakr Al-Balkhi rahimahullah berkata:

شَهْرُ رَجَبٍ شَهْرُ الزَّرْعِ ، وَشَهْرُ شَعْبَانَ شَهْرُ سَقْيِ الزَّرْعِ ، وَشَهْرُ رَمَضَانَ شَهْرُ حِصَادِ الزَّرْعِ


“Bulan Rajab saatnya menanam. Bulan Sya’ban saatnya menyiram tanaman dan bulan Ramadhan saatnya menuai hasil.” (Fatwa Al-Islam Sual wa Jawab no. 92748)


Setelah sebulan penuh menanam, melatih diri, menempa jiwa, membiasakan jasmani dan rohani dalam ibadah dan kebaikan, maka sebulan setelahnya adalah merawat, yaitu dengan masuknya bulan Sya’ban. Ibadah yang dianggap berat tetapi dipaksakan pada bulan Rajab, maka bulan Sya’ban nanti, tinggal membiasakannya. Misalnya, shalat malam atau tahajud. Tidak mengapa dipaksa di awal-awalnya, pada akhirnya nanti akan terbiasa.

Bulan Sya’ban adalah bulan sebelum Ramadhan. Di bulan inilah kita menyiram, menyuburkan, menumbuhkan, dan membesarkan ibadah dan amal saleh yang telah ditanam pada bulan sebelumnya. Kita rawat ibadah dan amal saleh tersebut dari penyakit riya’, sum’ah (ingin didengar), hawa nafsu, dan rasa berat dan malas.

Kita siram dengan keikhlasan, dipupuk dengan istikamah, diperkuat dengan sabar, dan dipelihara karena Allah semata. Jika itu dilakukan selama sebulan penuh pada bulan Sya’ban, maka begitu Ramadhan tiba, semuanya sudah ringan dan semata-mata berharap ridha dari Allah SWT.

Pada Ramadhan nanti kita tinggal panen pahala dari ibadah-ibadah yang telah terbiasa dan dilakukan secara isitikamah. Karena besarnya ganjaran amal ibadah selama sebulan penuh, sayang jika baru mau melatih diri untuk beribadah dan berbuat baik di bulan Ramadhan.

Bulan Ramadhan adalah bulan yang seharusnya diisi dengan ibadah dan amalan imaanan wahtisaban (atas dasar iman dan mengharap pahala dari Allah). Dan itu bisa diraih setelah membiasakan diri sebagaimana yang tekah disinggung di atas. Dari Abu Hurairah, ia berkata:

مَنْ صَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ

“Barangsiapa berpuasa Ramadhan atas dasar iman dan mengharap pahala dari Allah, maka dosanya yang telah lalu akan diampuni.” (HR. Bukhari no. 38 dan Muslim no. 760).

#Semoga Bermanfaat & Menambah Berkah...

#Salam Perubahan, Menuju Kemajuan, Dengan Tujuan...

#Salam Satu Jiwa, Buktikan Kita Pasti Bisa...