Membentuk Kekuatan Moral
Yang menjadi alasan mendasar bagi manusia dinamai makhluk bermoral adalah karena setiap kali selalu dihadapkan pada suatu pilihan, baik atau buruk.
Ini yang membedakan dengan malaikat, manusia tidak menjadi baik dan bermoral dengan sendirinya. Tanpa adanya usaha atau ikhtiyar yang nyata
Menurut Ibn Maskawaih (Filosof akhlak), Kualitas moral dan keluhuran budi pekerti (akhlak al-karimah) merupakan produk atau buah dari usaha dan ikhtiar manusia sepanjang hayatnya. Karena itu, setiap orang perlu mengasah, mengasuh, dan mengembangkan potensi serta kekuatan moralitasnya (moral power) secara konsisten.
Sedangkan menurut Al-Ghazali, kekuatan moral adalah kemampuan mengelola dan mengendalikan diri dari kecenderungan-kecenderungan yang bersifat destruktif.
Menurut Al-Ghazali, Jiwa manusia memiliki kesempurnaannya sendiri sehingga ia selalu terbuka dengan perubahan dan perbaikan menuju puncak-puncak kemuliaan dan keluhuran budi pekerti.
Dalam konteks modern, kekuatan moral dipahami sebagai komitmen etis dalam arti keyakinan yang kuat pada kebaikan atau apa yang diyakini sebagai kebaikan, lalu bertindak atas dasar keyakinan itu sehingga seorang bersikap benar dan mulia.
Bertolak dari pandangan ini, maka seorang disebut kuat secara moral manakala ia memiliki kemampuan menyangkut empat hal ini.
Pertama, memiliki komitmen yang kuat pada kebenaran dan kebaikan.
Kedua, mampu mengidentifikasi apa yang baik dan apa yang buruk.
Ketiga, mampu melakukan yang baik dan meninggalkan yang buruk.
Keempat, mampu memengaruhi orang lain agar berbuat baik dan mencegahnya dari keburukan.
Seperti diamanatkan Allah SWT, ''Kamu adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah.'' (QS Ali Imran [3]: 110)
#Semoga Bermanfaat & Menambah Berkah.....
#Salam Perubahan, Menuju Kemajuan, Dengan Tujuan.....
#Salam Satu Jiwa, Buktikan Kita Pasti Bisa.....
In Frame
Silaturrahim Sejenak, Sebelum Beranjak
Tidak ada komentar:
Posting Komentar