Jumat, 29 April 2022

Pemberdayaan Masyarakat dengan Zakat Produktif

Pemberdayaan Masyarakat dengan Zakat Produktif

Salah satu sisi ajaran Islam yang belum ditangani secara serius adalah optimalisasi pendayagunaan zakat, infaq dan shadaqah untuk pengentasan kemiskinan. Meskipun pelaksanaan zakat telah lama dilaksanakan oleh umat Islam Indonesia, namun pelaksanaannya masih terbatas pada zakat fitrah di bulan Ramadhan saja. Sedangkan zakat Maal, Infaq dan Shodaqoh masih dikelola oleh perorangan. Bentuk distribusinya pun masih konsumtif. Artinya ia diberikan kepada mustahiq untuk dimanfaatkan langsung oleh yang bersangkutan dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari.

Begitu pun pengelolaan yang dilakukan Amil-Amil zakat. Meski pun baru-baru ini muncul banyak Lembaga Amil Zakat (LAZ) yang mengelola zakat secara profesional dan produktif, namun ia masih terpusat di kota-kota besar dan belum menyentuh inti permasalahan kemiskinan. Ia masih terfokus pada penyajian pelayanan dibidang sosial, dan kurang menyentuh usaha peningkatan kesejahteraan di bidang ekonomi seperti pengembangan usaha, pelatihan dan pengawasan manajemen UKM dan lain-lain. Pengelolaan yang dilakukan umumnya untuk pelayanan kesehatan, pendidikan dan bantuan bersifat langsung.

Kedepan zakat produktif diharapkan bisa menjadi alternatif untuk memberdayakan para mustahiq agar dikemudian hari bisa menjadi Muzakki.

#Semoga Bermanfaat & Menambah Berkah....
#Salam Perubahan, Menuju Kemajuan, Dengan Tujuan.....
#Salam Satu Jiwa, Buktikan Kita Pasti Bisa.....


In Frame
Relasi Kebersamaan Pengurus Lazisnu di Masjid Jami' An-Nur Ploso Krembung Sidoarjo

Rabu, 27 April 2022

Hubungan: Puasa Ramadhan dengan Zakat Fitrah

Hubungan: Puasa Ramadhan dengan Zakat Fitrah

Memasuki pekan terakhir ibadah puasa Ramadhan, umat Islam diwajibkan untuk membayar zakat fitrah. Zakat fitrah merupakan amalan yang dilaksanakan sebelum shalat Idul Fitri. (Baca: Kewajiban Membayar Zakat Fitrah)
 
Ibadah puasa berfungsi untuk menyucikan diri dan jiwa. Sedangkan zakat fitrah ditunaikan akhir Ramadhan yang berfungsi menyucikan jiwa kita. (Baca: Tujuan & Manfaat Puasa Ramadhan)

Keterkaitan antara zakat dengan puasa, Rasulullah bersabda, Puasa bulan Ramadhan digantungkan antara langit dan bumi dan tidak akan diterima dengan sempurna oleh Allah SWT, kecuali dengan zakat fitrah. (Baca: Keutamaan & Relasi Sosial dari Zakat Fitrah)

Zakat fitrah berupa makanan pokok disesuaikan dengan makanan pokok suatu negeri jumlahnya satu sha’ atau sejumlah 2,5 – 3 kg beras. (Baca: Nilai & Ukuran Satu Sha')

Tiga keutamaan zakat fitrah sebagai penyempurna ibadah puasa. Pertama, kebermanfaatannya bagi yang berpuasa. Dengan menunaikan zakat fitrah, akan membersihkan diri dari dosa dan perbuatan keji serta menyempunakan ibadah puasa yang telah dijalankan selama satu bulan penuh. (Baca: Zakat Fitrah Penyempurna Ibadah Puasa)

Selama menjalankan ibadah puasa kita mungkin ada kekhilafan dari perbuatan dosa baik disengaja maupun tidak disengaja. Fungsi menunaikan zakat fitrah juga untuk membersihkan diri dari perbuatan dosa dan keji, seperti berkata kotor, berdusta, hasut dan dengki antar sesama. (Baca: Nilai Fungsi Zakat Fitrah)

Keutamaan zakat fitrah kedua, dilihat dari kemaslahatan umat, dengan mengeluarkan zakat menjadi bukti kepedulian antar sesama muslim. Terutama, fakir miskin yang sangat membutuhkan uluran tangan saudara muslim yang lain. (Baca: Zakat & Kemaslahatan Umat)

Kita bisa berbagi sehingga bisa merayakan hari kemenangan umat Islam yakni Hari Raya Idul Fitri bersama-sama dengan saudara kita fakir miskin.

Dengan menunaikan zakat fitrah, saudara muslim yang berada dalam kondisi kekurangan, mendapat bantuan dari zakat fitrah sebagai kebutuhan bahan pokok. Sehingga, mereka dapat merayakan hari raya sama seperti saudara muslim lainnya. (Baca: Puasa Ramadhan, Zakat Fitrah & Nilai Manfaatnya) 

Keutamaan ketiga, memaknai Hari Raya Idul Fitri sebagai hari kemenangan umat muslim, setelah setelah berhasil melawan perang hawa nafsu melaksanakan puasa sebulan penuh. (Baca: Makna Dibalik Idul Fitri)


#Semoga Bermanfaat & Menambah Berkah.....
#Salam Perubahan, Menuju Kemajuan, Dengan Tujuan.....
#Salam Satu Jiwa, Buktikan Kita Pasti Bisa....

In Frame
Kebersamaan Dalam Berbuka Puasa.....

Minggu, 24 April 2022

Menanti Lailatul Qadar

Menanti Lailatul Qadar

Keberadaan bulan Ramadhan menjadi bulan yang istimewa bagi umat Muslim. Sebab, di bulan Ramadhan amalan-amalan yang kita kerjakan akan diberi pahala berlipat ganda sesuai dengan janjinya Allah Swt kepada hambanya.

Keistimewaan lainnya yang terdapat di bulan Ramadhan adalah datangnya malam Lailatul Qadar. 

Datangnya malam Lailatul Qadar merupakan hal yang dinantikan oleh umat Muslim di dunia pada bulan Ramadhan.

Mengapa malam Lailatul Qadar begitu dinantikan? Apa sebenarnya yang dimaksud dengan malam Lailatul Qadar? 

Lailatul Qadar adalah malam ketika Allah SWT pertama kali menurunkan wahyu berupa ayat-ayat Al-Quran kepada Nabi Muhammad SAW melalui malaikat Jibril.

Berdasarkan tradisi  Islam, Nabi Muhammad Saw pertama kali mendapatkan wahyu ayat-ayat Al Quran, setelah periode perenungan dalam pengasingan.

Malam Lailatul Qadar juga dimaknai sebagai malam ketika malaikat turun ke bumi, dengan membawa tugas memberi kedamaikan, berkah, dan bimbingan sampai fajar menjelang.

#Semoga Bermanfaat & Menambah Berkah.....
#Salam Perubahan, Menuju Kemajuan, Dengan Tujuan.....
#Salam Satu Jiwa, Buktikan Kita Pasti Bisa.....

In Frame
Membersamai Acara Buka Bersama di Masjid Jami' Al-Falah Balongsari, Kebonagung, Porong, Sidoarjo

Jumat, 22 April 2022

Membentuk Religious Culture (Budaya Religius)

Membentuk Religious Culture (Budaya Religius)

Safari Ramadhan, yakni dengan mengadakan serangakaian kegiatan di bulan Ramadhan sebagai ajang silaturahim dengan sesama Muslim sangat banyak nilai manfaat dan relasi sosialnya. (Baca: Tradisi dan Safari Ramadhan)

Berbagai rangakaian kegiatan ini bagian dari untuk pembentukan Religious Culture (Budaya Religius) di tengah masyarakat. 

Biasanya kegiatan safari Ramadhan ini diawali dengan buka puasa bersama. Kemudian, dilanjutkan dengan shalat tarawih bersama dan diikuti dengan kegiatan ceramah atau info penting terkait organisasi. (Baca: Rangkaian Kegiatan Safari Ramadhan) 

Tujuan safari Ramadhan ini adalah sebagai ajang berbagi ilmu dan pengalaman kepada masyarakat untuk kemajuan bersama. Hemat katanya, safari Ramadhan memiliki tujuan sosial keagamaan selama bulan suci puasa. (Baca: Relasi Nilai Manfaat Safari Ramadhan)

Contoh rangkaian kegiatan Safari Ramadhan dan Tujuan akhirnya ini antara lain,

1. Buka Puasa Bersama.
Yakni Kegiatan ini tak hanya sekadar makan-makan melainkan untuk mempererat tali persaudaraan antar sesama. (Baca: Bukber dan Kebersamaan)

2. Berbagi Takjil.
Yakni kegiatan sosial ini di bulan Ramadhan untuk menumbuhkan rasa simpati dan empati terhadap yang lain. (Baca: Indahnya Menjalin Kebersamaan)

3. Kajian Bersama.
Yakni baik kajian terkait agama maupun sosial yang dilakukan secara hybrid atau daring dan luring untuk menyikapi keadaan. (Baca: Tetap Hangat di Tengah Masyarakat)

4. Sholat sunnah tarawih. Yakni ibadah sunnah yang sangat dianjurkan ini bisa dilakukan bersama-sama sebagai motivasi dalam menghidupkan malam-malam Ramadhan. (Baca: Nuansa Kebersamaan di Bulan Ramadhan)

5. Info Organisasi. Yakni berbagi info atau update dan upgrade terkait untuk kemajuan organisasi yang kita emban. (Baca: Membangun Unsur dan Prinsip Manajemen)


#Semoga Bermanfaat & Menambah Berkah.....
#Salam Perubahan, Menuju Kemajuan Dengan Tujuan.....
#Salam Satu Jiwa, Buktikan Kita Pasti Bisa.....

In Frame 
Safari Ramadhan 1443 H, PCNU Sidoarjo, MWCNU Krembung, dan Masyarakat di Masjid Nurul Huda Rejeni (21 April 2022/18.30 Sampai Selesai)

Sabtu, 16 April 2022

Puasa dalam Tradisi Masyarakat Jawa Kuno Sebelum Islam

Puasa dalam Tradisi Masyarakat Jawa Kuno Sebelum Islam

kata puasa berasal dari bahasa Jawa, yakni poso. Sementara poso berasal
dari pasa dan upawasa yang ditemukan dalam bahasa Jawa Tengahan dan Jawa Kuno. (Baca: Puasa & Tradisi Masyarakat Jawa)

Ini pun serapan dari bahasa Sansekerta yang secara harfiah berarti jerat, ikatan, dan kekangan. Bisa untuk fisik maupun nonfisik, seperti pengekangan nafsu, hasrat, dan keinginannya. (Baca: Puasa dalam Bahasa Sansekerta)

Dalam tradisi masyarakat Jawa dikenal beberapa ritual berpuasa. Ada puasa mutih, puasa ngrowot, puasa pati geni dan puasa ngebleng. Puasa merupakan bagian dari ajaran hidup. Pada masa Jawa Kuno, praktik puasa sudah tumbuh subur setidaknya pada masa Raja Airlangga. Bentuk lakunya beragam, misalnya ada yang dikenal dengan taparacut dan ugra tapa sebagai upaya untuk melepaskan diri dari dosa di dunia. (Baca: Ritual Puasa di Jawa)

Puasa atau pasa dalam bentuknya ketika itu bisa dilakukan dalam bentuk tapa. Ini digambarkan dalam sumber tekstual dan relief sebagai jejak awal konsep pengendalian atau pengekangan diri. (Baca: Puasa, Tapa & Pengendalian Diri)

Pada Kakawin Ramayana, kisah Ramayana versi Jawa kuno yang berasal dari masa sebelum pemerintahan Mpu Sindok di Medang abad 10. Ditemukan istilah pasa-brata yang berarti aktivitas pasa. (Baca: Kakawin Ramayana)

Pada umumnya bahwa pasa-brata ini diarahkan pada penyikapan atas kedurjanaan. Agar bisa menghadapi kedurjanaan dilakukan upaya pengekangan diri. Dalam konsep Ramayana, usaha ini butuh kekuatan diri yang sangat besar. (Baca: Pasa-Brata & Kedurjanaan)

Kakawin Arjunawiwaha juga mengenalkan konsep pengendalian hawa nafsu. Karya gubahan Mpu Kanwa ini ditulis pada era Airlangga, penguasa Kahuripan pada awal abad ke 11. (Baca: Kakawin Arjunawiwaha)


#Semoga Bermanfaat & Menambah Berkah.....
#Salam Perubahan, Menuju Kemajuan, Dengan Tujuan.....
#Salam Satu Jiwa, Buktikan Kita Pasti Bisa.....


In Frame
Sejenak Bersama Bpk. H. Puji Priyo Santoso (Ketua LTMNU-MWCNU Krembung)

Rabu, 13 April 2022

Benarkah Hadits Ini Dhaif?

Benarkah Hadits Ini Dhaif?
 
Dari beberapa sumber referensi yang sudah terpercaya menyebutkan, bahwa hadits tentang pembagian Ramadhan menjadi tiga itu dhaif.

Padahal hadits itu sudah mempopuler sekali disetiap kehadiran bulan Ramadhan, yang bunyinya:

أول شهر رمضان رحمة وأوسطه
مغفرة وآخره عتق من النار

Ramadhan itu awalnya adalah rahmat, tengahnya adalah maghfirah (ampunan) dan akhirnya adalah pembebasan dari api neraka.

Dengan hadits ini, para penceramah banyak mengajak orang-orang agar memanfaatkan bulan Ramadhan untuk khusyu’ beribadah, agar mendapatkan tiga hal tersebut. Yaitu rahmah dari Allah, ampunan-Nya serta pembebasan dari neraka.

Hadits ini bermasalah dari sanad dan kekuatannya jalur periwayatannya,  betulkah?

Para ulama ahli hadits terkait dengan hadits ini mengemukakan uraian yang menarik. Salah satunya Ulama ahli hadits di Indonesia, yaitu KH. Prof. Ali Mustafa Ya’qub, MA.

Menurut beliau, hadits ini memang bermasalah dari segi periwayatannya. Sebenarnya hadits ini diriwayatkan tidak hanya lewat satu jalur saja, namun ada dua jalur. Sayangnya, menurut beliau, kedua jalur itu tetap saja bermasalah.

Hadits ini diriwayatkan oleh Al-‘Uqaili dalam kitab khusus tentang hadits dha’if yang berjudul Adh-Dhu’afa’.

Juga diriwayatkan oleh Al-Khatib Al-Baghdadi dalam kitabnya Tarikhu Baghdad. 

Serta diriwayatkan juga oleh Ibnu Adiy, Ad-Dailami, dan Ibnu Asakir.

Adapun para muhaddits yang mendhaifkan  (mempermasalahkan) riwayat ini antara lain:

1. Imam As-Suyuthi, Beliau mengatakan bahwa hadits ini dhaif (lemah periwayatannya).

2. Syeikh Al-Albani, 
Beliau mengatakan bahwa riwayat ini statusnya munkar. Jadi sebenarnya antara keduanya tidak terjadi pertentangan. Hadits munkar sebebarnya termasuk ke dalam jajaran hadits dhaif juga. Sebagai hadits munkar, dia menempati urutan ketiga setelah hadits matruk (semi palsu) dan maudhu’ (palsu).

Sementara sanadnya adalah:
1. Sallam bin Sawwar 2. dari Maslamah bin Shalt 3. dari Az-Zuhri 4. dari Abu Salamah 5. dari Abu Hurairah 6. dari nabi SAW

Dari rangkaian para perawi di atas, perawi yang pertama dan kedua bermasalah. Yaitu Sallam bin Sawwar dan Maslamah bin Shalt.
 
Sallam bin Sawwar disebut oleh Ibnu Ady, seorang kritikus hadits, sebagai munkarul hadits. Sedangkan oleh Imam Ibnu Hibban, dikatakan bahwa haditsnya tidak bisa dijadikan hujjah (pegangan), kecuali bila ada rawi lain yang meriwayatkan haditsnya. Perkataan Ibnu Hibban ini bisa kita periksa dalam kitab Al-Majruhin.

Sedangkan Maslamah bin Shalt adalah seorang yang matruk, sebagaimana komentar Abu Hatim. Secara etimologis, matruk berarti ditinggalkan. Sedangkan menurut terminologi hadits, hadits matruk adalah hadits yang dalam sanadnya ada rawi yang pendusta. Dan hadits matruk adalah ‘adik’ dari hadits maudhu’ (palsu).

Bedanya, kalau hadits maudhu’ itu perawinya adalah seorang pendusta, sedangkan hadits matruk itu perawinya sehari-hari sering berdusta. Kira-kira hadits matruk itu boleh dibilang semi maudhu’.

Kesimpulannnya, hadits ini punya dua gelar. Pertama, gelarnya adalah hadits munkar karena adanya Sallam bin Sawwar. Gelar kedua adalah hadits matruk karena adanya Maslamah bin Shalt.

Lebih tepat dan amannya yang disebut hadist tersebut disebut sebagai maqolah saja.


#Semoga Bermanfaat & Menambah Berkah.....

#Salam Perubahan, Menuju Kemajuan, Dengan Tujuan.....

#Salam Satu Jiwa, Buktikan Kita Pasti Bisa.....

In Frame
Membangun Relasi Kebersamaan
#Safari MWCNU Krembung

Selasa, 12 April 2022

Memahami: Makna Puasa Secara Seksama

Memahami: Makna Puasa Secara Seksama

Untuk mewujudkan puasa yang berkualitas diperlukan pandangan yang positif terhadap ibadah puasa tersebut. 

Dari analisis psikologis, filosofis, dan normatif puasa dapat dilihat dalam beberapa perspektif sebagai berikut,

Pertama, puasa sebagai rahmat. Hal ini selaras dengan motivasi hikmah yang sering tersebutkan, bahwa puasa itu awalnya rahmah, pertengahannya maghfirah, dan akhirnya adalah ampunan dari api neraka. Hal ini sejalan pula dengan sikap para ahli tasawuf yang merasa bahagia dengan datangnya puasa ramadhan dan bersedih apabila ramadhan berakhir. Puasa dianggap rahmat atau anugerah, karena puasa walaupun secara lahiriyah seperti sebuah penyiksaan fisik, namun secara ruhani dan sosial, puasa dapat mengurangi dan menghapuskan dosa, mendekatkan diri kepada Tuhan, menyehatkan tubuh, menumbuhkan sikap simpati dan empati, menumbuhkan akhlak mulia, mengendalikan hawa nafsu, menimbulkan kebahagiaan batin. Dengan hasil yang demikian itu, maka ibadah puasa erat kaitannya dengan momentum pendidikan budi pekerti. Wahbah al-Zuhaili menyatakan, bahwa ibadah puasa adalah merupakan proses pembentukan akhlak mulia. Dalam hubungan ini Wahbah al-Zuhaili  dalam  al-Fiqh al-Islamy wa Adillatuhu, Juz  II (1404 H/1984 M: 567) mengatakan, bahwa ibadah puasa merupakan bentuk keta’atan kepada Allah, orang mukmin yang mengerjakannya akan mendapatkan pahala yang berlipat ganda, karena langsung dari Allah, kemuliaan Allah amat luas, mencapai keridlaan-Nya, berhak masuk syurga al-Rayyan, dijauhkan dirinya dari siksa Allah yang disebabkan perbuatan dosanya masa lalu, puasa merupakan penghapus dosa dari satu tahun ke tahun lain, dan dengan keta’atan ini menyebabkan orang mukmin selalu mengikuti perintah yang digariskan Allah dan mendorongnya menjadi orang yang  bertaqa yang senantiasa mengikuti perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya, sebagaimana dimaksud dalam al-Qur’an surat al-Baqarah (2) ayat 183)

Kedua, puasa sebagai amanah. Hal ini terkait dengan tugas yang harus dilaksanakan dan dipertanggung jawabkan di hadapan Tuhan dan masyarakat. Tanggung jawab puasa di hadapan Tuhan terkait erat dengan konsekwensi logis dari kewajiban yang harus dilaksanakan oleh setiap orang yang beriman, sebagaimana dinyatakan dalam firman Allah : “Hai orang-orang yang beriman, telah diwajibkan atas kamu berpuasa, sebagaimana juga telah diwajibkan kepada orang-orang sebelum kamu.” (Q.S. al-Baqarah, 2:186). Sedangkan tanggung jawab puasa di hadapan manusia terkait erat dengan keharusan menunjukkan sikap bertaqwa yang ciri-cirinya: senantiasa menginfaqan sebagian hartanya baik dalam keadaan susah maupun bahagia, mengendalikan amarah, suka mema’afkan kesalahan orang lain, memiliki sikap simpati dan empati terhadap kaum dhu’afa. (Q.S. Ali Imran 3:133-134). Dalam konteks pertanggung jawaban dengan manusia ini, ibadah puasa mengharuskan orang yang mengerjakannya memiliki akhlak yang mulia. Dalam hubungan ini Wahbah al-Zuhaili  dalam  al-Fiqh al-Islamy wa Adillatuhu, Juz  II (1404 h/1984 M: 567-569) mengatakan, bahwa ibadah puasa merupakan lembaga pendidikan karakter yang amat besar, karena dengan ibadah puasa seorang mukmin memperoleh keuntungan yang banya, yaitu jihad lin nafs, mengendalikan hawa nafsu dan bujukan syaithan yang selalu menggoba, membiasakan manusia bersikap sabar terhadap segala yang diharamkan Tuhan, dan berbagai hal yang medorongnya, karena dorongan makan itu sangat kuat, dan kenikmatannnya sangat menggoba. Ibadah puasa mengajarkan manusia agar bersikap amanah dan senantiasa dekat dengan Allah baik dalam keadaan lahir maupun batin langsung di bawah pengawasan Allah, memperkuat tekad dan keingingan, mempeekuat keyakinan, menolong membersihkan pemikiran, mengajarkan ta’at pada aturan dan undang undang, menumbuhkan sikap simpati dan empari, persaudaraan dan perasaan ikatan dan tolongan menolong yang kuat, membatasi selera hawa nafsu, jihad terhadap hawa nafsu, jika senantiasa tenang. Hal ini sejalan pula dengan pendapat ‘Aid Abdullah al-Qarni dalam al-Durus al-masjid al-Ramadhan (Sekolah Ramadhan), (1425 H/2004 M:19-20) yang mengatakan, bahwa puasa mengandung hikmah agar bertakwa yang dibutikan dengan menundukan pandangan, menjaga kemaluan, mengekang hawa nafsu dan mengendalikan amarah; agar bersabar, menghidupkan hati, menumbukan rasa sosial, persatuan dan kesehatan.

Ketiga, puasa sebagai kebutuhan fithrah manusia. Hal ini terkait dengan fithrah manusia sebagai makhluk yang cenderung menyukai nilai-nilai yang baik: ikhlas, jujur, disiplin, tanggung jawab, simpati, empati, senang kepada kerjasama. Fithrah manusia yang demikian itu dapat dipenuhi melalui ibadah puasa. Selain itu, fithrah manusia juga terkait dengan siklus kehidupan manusia. Yaitu bahwa jika manusia ingin sukses, maka ia harus berusaha mengendalikan dan mendisiplinkan diri dalam menjalani proses. Seekor ayam yang ingin memiliki keturunan dalam bentuk telornya menetas menjadi ayam, mengharuskan ia harus mengerami telornya selama sekian hari. Ini adalah fithrah yang harus ia jalani. Demikian pula seokor kepompong yang ingi menetas menjadi kupu-kupu, maka kepompong tersebut harus bertahan sekian lama, hingga kepompong tersebut berubah menjadi kupu-kupu. Demikian pula, seorang ibu hamil yang ingin memiliki keturunan, ia harus menjali fithrah hamil selama sembilan bulan lebih dalam keadaan tabah dalam menjalaninya. Fithrah manusia yang demikian itu sudah diajarkan melalui ibadah puasa yang pada intinya adalah kesabaran. Hal ini sejalan dengan arti dari ibadah puasa itu sendiri yang berarti menahan diri, dan mengendalikan diri. Lebih kesabaran dan ketabahan ini pula yang menjadi kunci ukuran besarnya pahala yang diterima oleh orang yang mengerjakan ibadah puasa. Nabi Muhammad SAW menyatakan, bahwa barangsiapa berpuasa ramadhan disertai keimanan dan perhitungan yang mantap, maka akan diampuni segala dosanya, dan diberikan pahala yang berlipat ganda, dan dibalas langsung oleh Tuhan. Dalam ‘Aun al-Ma’bud, kitab Syarah Sunan Abu Daud, menyatakan tentang sebab atau alasan mengapa pahala puasa itu begitu besar dan langsung dibalas oleh Allah secara langsung, karena orang yang berpuasa itu tengah meniru sifat-sifat Allah, seperti tidak makan dan tidak minum, dan di dalam ibadah puasa tersebut ada unsur kesabaran. Hal ini sejalan dengan pendapat  Syaikh Ali Ahmad al-Jurjawi dalam Hikmah al-Tasyri wa Falsafatuhu, Jilid I, (tp.th: 220-221) yang mengatakan, bahwa ibadah puasa menjaga pandangan dari segala yang tidak seharusnya dilihat oleh mata, memilihara lisan dari ucapan yang keji, dusta, gunjing, dan mengharuskan berdia, tidak mengatakan sesuatu kecuali berzikir, dalam kebaikan, dan membaca al-Qur’an, memilihara pendengaran dari segala hal yang makruh, dan menjaga fisik dari segala hal yang diharamkan dan dimakruhkan serta memelihara perut pada waktu syahur dari segala yang menimbulkan selera tinggi.

#Semoga Bermanfaat & Menambah Berkah.....
#Salam Perubahan, Menuju Kemajuan, Dengan Tujuan.....
#Salam Satu Jiwa, Buktikan Kita Pasti Bisa


In Frame
Sejenak Bersama Bpk. KH. Sugiono, Ketua MWCNU Kec. Porong Kab. Sidoarjo

Senin, 11 April 2022

SANGGAR KEGIATAN BELAJAR (SKB) DALAM STRUKTUR PENDIDIKAN

SANGGAR KEGIATAN BELAJAR (SKB) DALAM STRUKTUR PENDIDIKAN 

Patut kita ketahui bersama, posisi SKB dalam struktur pemerintah di bidang pendidikan sebagai bagian dari satuan pendidikan.

Menurut Pasal 1 Permendikbud Nomor 4 Tahun 2016 tentang Alih Fungsi Sanggar Kegiatan Belajar menjadi Satuan Pendidikan Nonformal Sejenis,  Sanggar Kegiatan Belajar (disingkat SKB) adalah unit pelaksana teknis dinas yang menangani urusan pendidikan pada kabupaten/kota yang berbentuk satuan pendidikan nonformal sejenis. Satuan Pendidikan Nonformal Sejenis (disingkat Satuan PNF Sejenis) adalah kelompok layanan pendidikan yang menyelenggarakan program pendidikan nonformal. Program Pendidikan Nonformal (disingkat Program PNF) adalah layanan pendidikan yang diselenggarakan untuk memberdayakan masyarakat melalui pendidikan kecakapan hidup, pendidikan anak usia dini, pendidikan kepemudaan, pendidikan pemberdayaan perempuan, pendidikan keaksaraan, pendidikan keterampilan dan pelatihan kerja, pendidikan kesetaraan, serta pendidikan lain yang ditujukan untuk mengembangkan kemampuan peserta didik.

Dari ketentuan diatas berarti :

1. SKB adalah unit pelaksana teknis dinas yang menangani urusan pendidikan pada kabupaten/kota.

2. SKB berbentuk Satuan Pendidikan Nonformal Sejenis yang menyelenggarakan program pendidikan nonformal, maka SKB seperti halnya sekolah pada umumnya, ia adalah satuan pendidikan, bedanya SKB menyenggarakan pendidikan nonformal, sedangkan sekolah menyelenggarakan pendidikan formal.

3. Bentuk pendidikan nonformal yang diselenggarakan SKB dapat berupa pendidikan kecakapan hidup, pendidikan anak usia dini, pendidikan kepemudaan, pendidikan pemberdayaan perempuan, pendidikan keaksaraan, pendidikan keterampilan dan pelatihan kerja, pendidikan kesetaraan, serta pendidikan lain yang ditujukan untuk mengembangkan kemampuan peserta didik. Hal ini disesuaikan dengan kebutuhan dan kemampuan yang ada.

Dengan demikian kita bisa melihat dimana posisi SKB dalam struktur pendidikan sebagai bagian satuan pendidikan di kabupaten/kota.


#Semoga Bermanfaat & Menambah Berkah.....
#Salam Perubahan, Menuju Kemajuan Dengan Tujuan.....
#Salam Satu Jiwa, Buktikan Kita Pasti Bisa..... 

Sabtu, 09 April 2022

Ramadhan: Ra, Mim, Dhad, Alif, dan Nun.

Ramadhan: Ra, Mim, Dhad, Alif, dan Nun. 

Bulan Ramadhan memiliki banyak keistimewaan dibanding dengan bulan-bulan lainnya. (Baca: Keistimewaan Bulan Ramadhan)
 
Jika kita renungkan, huruf-huruf dalam kata Ramadhan pun mampu mewakili keistimewaan yang ada dalam bulan Ramadhan. Seperti kita ketahui bahwa kata '‘Ramadhan (رمضان)" terdiri dari lima huruf yakni Ra, Mim, Dhad, Alif, dan Nun. (Baca: Makna & Hikmah Dibalaik Huruf Ramadhan)

Huruf pertama adalah Ra yang bisa mewakili keistimewaan Ramadhan sebagai bulan Rahmat. 

Kemudian huruf yang kedua adalah Mim yang mewakili keistimewaan Ramadhan sebagai bulan Maghfirah atau ampunan. Hal ini senada dengan berbagai penjelasan yang disampaikan oleh para ulama:
 
أَوَّلُ شَهْرِ رَمَضَانَ رَحْمَةٌ، وأَوْسَطُهُ مَغْفِرَةٌ، وَآخِرَهُ عِتْقٌ مِنَ النَّارِ

Artinya, “Awal Bulan Ramadhan adalah rahmat, pertengahannya ampunan, dan akhirnya pembebasan dari api neraka.”

Huruf ketiga adalah Dhad yang bisa mewakili keistimewaan Ramadhan sebagai Syahru Dhiya atau bulan Cahaya. Dikatakan sebagai bulan cahaya, karena malam hari di bulan Ramadhan sering terasa berbeda dari malam-malam di bulan lain. Suasana cahaya kehidupan malam sangat terasa di malam Ramadhan. Banyak umat Islam yang melakukan ibadah seperti shalat malam, Tarawih, Witir, Tahajud dan ibadah lainnya seperti tadarus, baik di masjid dan mushala ataupun di rumah masing-masing. Dengan aktivitas-aktivitas ini, malam Ramadhan pun seolah penuh cahaya yang diturunkan oleh Allah swt untuk menghiasi Ramadhan. (Baca: Ramadhan Bulan Istimewa)

Huruf keempat adalah Alif yang bisa mewakili keistimewaan Ramadhan sebagai Syahrul Iman atau bulan Iman. Hal ini sudah tegas terlihat dari perintah berpuasa sendiri ditujukan bagi golongan orang-orang beriman, bukan kepada golongan lain. Allah berfirman dalam Al-Qur’an surat Al-Baqarah: 183:

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُوْنَۙ.

Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman! Diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang sebelum kamu agar kamu bertakwa”.

Bagi orang beriman, bulan Ramadhan adalah bulan yang ditunggu-tunggu karena memiliki keistimewaan berupa ibadah puasa yang merupakan ibadah rahasia. Mengapa rahasia? karena hanya pelakunya dan Allah lah yang tahu. Kita tidak bisa menjamin orang Islam yang terlihat pucat dan lemas di siang hari pada Ramadhan, ia mengerjakan ibadah puasa. Dan sebaliknya, kita juga tidak boleh mengatakan orang yang lincah beraktivitas dan bekerja pada siang hari, tidak melaksanakan puasa. Hanya orang berimanlah yang mampu melaksanakan ibadah puasa dengan baik karena memiliki niat lillahi ta’ala. (Baca: Iman, Ilmu & Amal)
 
Selanjutnya, huruf terakhir dari Ramadhan adalah huruf Nun yakni Najah yang bisa menunjukkan keistimewaan Ramadhan sebagai Syahrun Najah atau bulan kesuksesan.

Kesuksesan ini dapat diraih oleh mereka yang benar-benar mau dan mampu memaksimalkan kualitas dan kuantitas ibadah sehingga dapat memaksimalkan Ramadhan yang penuh berkah. Keberkahan ini dijelaskan oleh Nabi Muhammad dengan berbagai fasilitas yang diberikan Allah di bulan Ramadhan sebagai mana disabdakannya dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Nasa’i dan Imam Ahmad:

أَتَاكُمْ رَمَضَانُ شَهْرٌ مُبَارَكٌ فَرَضَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ عَلَيْكُمْ صِيَامَهُ تُفْتَحُ فِيهِ أَبْوَابُ السَّمَاءِ وَتُغْلَقُ فِيهِ أَبْوَابُ الْجَحِيمِ وَتُغَلُّ فِيهِ مَرَدَةُ الشَّيَاطِينِ، فِيهِ لَيْلَةٌ خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ شَهْرٍ مَنْ حُرِمَ خَيْرَهَا فَقَدْ حُرِمَ

Artinya "Telah datang kepadamu bulan Ramadhan, bulan yang diberkahi, Allah telah mewajibkan padamu berpuasa di bulan itu. Dalam bulan itu dibukalah pintu-pintu langit, dan ditutuplah pintu-pintu neraka, dan syaitan-syaitan dibelenggu. Pada bulan itu terdapat satu malam yang nilainya lebih baik dari seribu bulan. Siapa yang tidak memperoleh kebajikan di malam itu, maka ia tidak memperoleh kebajikan apapun.”

Kesuksesan orang beriman yang dalam melaksanakan ibadah puasa, akan diganjar oleh Allah swt dengan sebuah predikat yang sangat dinanti-nanti yakni predikat:  لَعَلَّكُمْ تَتَّقُوْنَۙ sebagai orang-orang yang bertakwa. (Baca: Ramadhan & Kepribadian Muslim)

#Semoga Bermanfaat & Menambah Berkah....
#Salam Perubahan, Menuju Kemajuan, Dengan Tujuan.....
#Salam Satu Jiwa, Buktikan Kita Pasti Bisa.....

Kamis, 07 April 2022

Tadarus Al-Qur'an & Keutamaannya di Bulan Ramadhan

Tadarus Al-Qur'an & Keutamaannya di Bulan Ramadhan

Secara etimologi berdasarkan sejumlah referensi telah menyebutkan tadarus artinya belajar. Sedangkan secara terminologi tadarus Al-Qur'an ialah membaca Al-Qur'an, termasuk memahami arti yang terkandung di dalamnya. (Baca: Membaca Al-Qur'an dengan Lafad, Tafsir & Penelitian)

Secara umum tadarus Al-Qur'an bisa dilakukan sendiri atau berkelompok. Di bulan Ramadhan tadarus Al-Qur'an biasanya dilakukan setiap hari di Masjid terutama setelah salat tarawih hingga menjelang Subuh. Atau anak-anak  melakukannya menjelang buka puasa. (Baca: Indahnya Ramadhan Di Kampung Halaman)

Al-Qur'an merupakan kitab suci yang paling istimewa. Al-Qur'an dapat menyelamatkan manusia dari kesengsaraan dunia dan akhirat. Al-Qur'an termasuk mukjizat yang tidak dapat tertandingi. (Baca: Kedasyatan Membaca Al-Qur'an)

Al-Qur'an diturunkan oleh Allah SWT kepada Nabi Muhammad SAW. Dalam surah Al-Hijr ayat 9 Allah SWT berfirman:

إِنَّا نَحْنُ نَزَّلْنَا الذِّكْرَ وَإِنَّا لَهُ لَحَافِظُونَ

Artinya: "Sesungguhnya Kamillah yang menurunkan Al-Qur'an, dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya."

Keutamaan tadarus Al-Qur'an juga dijelaskan oleh seorang ulama besar, Ibnu Shalah (wafat tahun 643 H) menyebut, "Membaca Al Quran merupakan satu kemuliaan yang diberikan Allah SWT kepada umat manusia. Sesungguhnya para malaikat tidak diberikan kemuliaan itu. Mereka amat merindukan diberikan kemuliaan tersebut agar dapat mendengarkannya." (Baca: Mendidik Anak Membaca, Menulis dan Mencintai Al-Qur'an).

Membaca Al-Qur'an juga menjadi ibadah yang utama untuk meraih ridho Allah SWT. Rasulullah SAW bersabda, "Seutama-utama ibadah umatku adalah membaca Al Quran." (HR. Baihaqi). (Baca: Indahnya Bertadarus)

Keutamaan Tadarus Al-Qur'an atau pahala membaca Al-Qur-an di bulan Ramadhan sangat istimewa. Sebab bulan Ramadhan juga disebut dengan Syahrul Qur'an, karena pada bulan ini Al-Qur'an diturunkan, juga karena pahala yang dijanjikan kepada orang yang membacanya. (Baca: Bekal Menyambut Bulan Suci Ramadhan)

Dalam hadits Rasulullah SAW disebutkan: "Amalan puasa dan bacaan Al-Qur'an akan memberikan pertolongan kepada seorang hamba di hari kiamat. Amalan puasa akan berkata: "Ya Allah aku telah mencegah dia dari makan dan minum di siang hari, maka jadikanlah aku sebagai penolong bagi dirinya". Sementara pahala bacaan Al-Qur'an akan berkata: "Aku telah mencegah dia dari tidur di malam hari, maka jadikanlah aku sebagai penolong bagi dirinya". Maka keduanya lalu memberikan pertolongan." (HR. Al- Hakim dan disahihkannya). (Baca: Nabi Muhammad & Sahabat Menyambut Bulan Ramadhan)

Bertadarus di saat berkumpul bersama terutama di bulan Ramadhan dapat mendorong kita untuk meresapi Al-Qur'an sebagai jamuan Tuhan di bumi. Rasulullah SAW bersabda, "Setiap penjamu (makan) suka bila jamuannya dinikmati dan jamuan Allah adalah Al Quran maka janganlah kamu tidak mengacuhkannya." (HR. Baihaqi). (Baca: Keteladanan Nabi Muhammad Di Dalam Bulan Ramadhan)

Allah SWT berfirman dalam surah Al-A'raf ayat 204:

وَإِذَا قُرِئَ الْقُرْآنُ فَاسْتَمِعُوا لَهُ وَأَنْصِتُوا لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ

Artinya: "Dan apabila dibacakan Al-Qur'an, maka dengarkanlah baik-baik, dan perhatikanlah dengan tenang agar kamu mendapat rahmat." (Baca: Tafsir Jalalain, Tafsir Al-Manar, Tafsir Al-Misbah, Tafsir Al-Ibriz)

Selain di bulan Ramadan, kita juga dianjurkan untuk tadarus Al-Qur'an setiap hari di luar bulan Ramadhan. (Baca: Membumikan Al-Qur'an)

#Semoga Bermanfaat, Menambah Berkah.....
#Salam Perubahan, Menuju Kemajuan, Dengan Tujuan.....
#Salam Satu Jiwa, Buktikan Kita Pasti Bisa.....

Rabu, 06 April 2022

Kesatuan Relasi: Sholat, Zakat, Puasa

Kesatuan Relasi: Sholat, Zakat, Puasa

Perintah sholat dalam Al-Qur'an kerap disandingkan dengan perintah ibadah lainnya semisal perintah berzakat, bersedekah, bersabar dan sebagainya. Sebagaimana dapat kita temukan dalam surat Al-Baqarah ayat 43 dan 153 juga Al Hajj ayat 77. (Baca: Tafsir Al-Jalalain, Tafsir Al-Manar, Tafsir Al-Misbah, Tafsir Al-Ibriz)

Hal itu sebagai pertanda bahwa sholat tidaklah terpisah dengan ibadah lainnya. Dalam arti lain ada korelasi yang sangat kuat antara sholat dengan ibadah-ibadah lainnya. (Baca: Membumikan Rukun Islam)

Sholat harus bersinergi dengan ibadah lainya. Rajin sholat, tetapi mengabaikan kewajiban zakat padahal ia telah wajib zakat adalah juga salah dalam beragama. (Baca: Relasi Sholat & Ibadah Lainnya)

Demikian pula sebaliknya, rajin berzakat, bahkan jumlahnya besar, tetapi melupakan kewajiban shalat juga tidak dibenarkan dalam beragama Islam. (Baca: Relasi Ibadah Dalam Islam) 
 
Begitupun sholat dengan puasa yang memiliki kaitan yang sangat penting. Puasa merupakan pengendalian diri seorang hamba sehingga mampu menjadi manusia yang mencapai tujuan sebagai orang yang bertaqwa. Sementara sholat harus memberi nilai guna dalam perangai seseorang. (Baca: Nilai Taat Dalam Beribadah)

Pada sisi lain, berzakat akan semakin memantapkan relasi sosial muzakki dan mustahiq, selain mensucikan harta dan menunaikan kewajiban. Terlebih ibadah haji yang harus mematangkan relasi baik seseorang dengan Allah dan kepada segenap sesama makhluk. (Baca: Korelasi Ibadah Dalam Islam) 

Lebih dari itu, ibadah puasa juga berdampak terhadap kualitas ibadah sholat seseorang. (Baca: Keistimewaan Ibadah Sholat & Puasa)

Dalam sholat seseorang tentunya sedang berpuasa, karena tidak boleh makan dan minum saat pelaksanaannya. Tetapi kalau coba dikaitkan pengaruh ibadah puasa terhadap shalat, tentu dapat saja dirasakan. Lagi-lagi, penghayatan akan nilai puasa beserta nikmat batin puasa akan akan menambah kualitas shalat seseorang. (Baca: Nikmat Batin Puasa)

Semangat orang beribadah di bulan Ramadhan mestinya dibarengi dengan dimensi peningkatan kualitas, tidak sekadar dimensi kuantitasnya agar tujuan menjadi insan yang bertaqwa betul mewujud di tengah masyarakat. (Baca: Dimensi Ibadah Ramadhan)

#Semoga Bermanfaat & Menambah Berkah....
#Salam Perubahan, Menuju Kemajuan, Dengan Tujuan....
#Salam Satu Jiwa, Buktikan Kita Pasti Bisa....

Selasa, 05 April 2022

Makna & Keutamaan Ramadhan

Makna & Keutamaan Ramadhan 

Pentingnya bagi kita, untuk mengetahui keutamaan-keutamaan yang ada di dalam bulan suci Ramadhan guna mendapatkan nilai manfaat dan keberkahannya di bulan tersebut. Diantara keutamaan bulan Ramadhan ini antara lain,

Pertama, menghapus dosa masa lalu kita. Ketika kita berpuasa dengan tulus dan sungguh-sungguh, maka insyaAllah Allah akan menghapus dosa-dosa masa lalu kita.

Rasulullah ﷺ bersabda:

مَنْ صَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ

Barang siapa yang puasa Ramadhan karena iman dan mengharapkan pahala, akan diampuni dosa-dosanya yang telah lalu (QS. Bukhari no. 2014).

Ada ulama yang berpendapat bahwa hanya dosa-dosa kecil saja yang diampuni berdasarkan hadis riwayat Imam Muslim no. 233 (selama ia menjauhi dosa-dosa besar). Ada pula yang mengatakan bahwa Allah berkenan mengampuni dosa-dosa besar berdasarkan hadis riwayat Imam Ahmad no. 1596 (seperti hari dia dilahirkan oleh ibunya, yang berarti bersih tanpa noda dosa). 

Menurut Imam Al-Qurthubi, kata "Ramadhan" artinya membakar. Oleh karenanya, beliau berpendapat Bulan Ramadhan disebut dengan "Ramadhan" karena ia membakar dosa-dosa dengan amal saleh.

Kedua, dengan melaksanakan qiyamullail di dalam bulan Ramadhan tersebut dapat menghapuskan dosa masa Lalu kita. Qiyam atau qiyamullail adalah shalat malam antara shalat Isya dan Subuh. Kategori Qiyamullail antara lain sholat sunnah Tarawih, Tahajud, Witir d.s.t.

Rasulullah ﷺ bersabda:

 مَنْ قَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ

Barang siapa melaksanakan shalat malam di bulan Ramadhan (shalat tarawih) atas dasar iman dan mengharap pahala dari Allah, maka dosa-dosanya yang telah lalu akan diampuni(HR. Muslim no. 759).

Tarawih adalah shalat sunnah yang dikerjakan pada malam bulan Ramadhan, yang bisa dikerjakan setelah melaksanakan shalat Isya. 

Selain itu, tahajud adalah shalat sunnah lainnya yang bisa dikerjakan (idealnya) setelah bangun tidur pada malam hari. Baik pada bulan Ramadhan atau tidak. Waktu yang paling baik untuk shalat Tahajud adalah sepertiga malam terakhir. 

Adapun shalat witir adalah shalat sunnah berbilangan ganjil sebagai penutup shalat malam sebelumnya.

Ketiga, pintu surga terbuka lebar dan pintu neraka tertutup rapat. Keutamaan yang lainnya dari bulan Ramadhan adalah bahwa hanya di bulan Ramadhan saja pintu surga dibuka lebar dan pintu neraka ditutup rapat.

Rasulullah ﷺ bersabda:

إِذَا جَاءَ رَمَضَانُ فُتِّحَتْ أَبْوَابُ الْجَنَّةِ وَغُلِّقَتْ أَبْوَابُ النَّارِ وَصُفِّدَتِ الشَّيَاطِينُ

Jika telah datang bulan Ramadhan, pintu-pintu surga dibuka, pintu-pintu neraka ditutup, dan setan-setan dibelenggu (HR. Muslim no. 1079).

Beberapa ulama memaknai hadis ini bahwa segala upaya mendekatkan diri kepada Allah di bulan Ramadhan dipermudah dan keinginan untuk berbuat maksiat dipersempit, jika seseorang berniat betul-betul menjalankan ibadah puasa. Sehingga hal itu pun menjadi jalan dan keringanan mereka menuju surga yang terbuka.


#Semoga Bermanfaat & Menambah Berkah....
#Salam Perubahan, Menuju Kemajuan, Dengan Tujuan...
#Salam Satu Jiwa, Buktikan Kita Pasti Bisa....

Pengantar Kuliah Subuh (KULSUB)

Pengantar Kuliah Subuh (KULSUB)

Kuliah Subuh (KULSUB) di bulan suci Ramadhan di setiap Masjid pada umumnya menjadi agenda rutinan ketika memasuki bulan tersebut. (Baca: Indahnya Ramadahan Di Kampung Halaman)

Pada umumnya para Kyai, Ustadz, Pemateri yang bertugas untuk mengawali ngisi kuliah Subuh,  tidak segan-segan menyampaikan isi kandungan surat al-Baqarah ayat 183 “Ya ayyuhalladziina aamanuu kutiba ‘alaikumus shiyaamu kamaa kutiba ‘alal ladziina min qablikum la’allakum tattaquun”.
(Wahai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kalian puasa sebagaimana diwajibkan kepada orang-orang sebelum kalian, agar kalian bertaqwa). (Baca: Tafsir Jalalain, Tafsir Al-Misbah, Tafsir Al-Ibriz)

Pada dasarnya puasa merupakan rukun Islam, setiap ramadhan kita melaksanakan Ibadah ini dengan senang hati. Demikian juga dengan umat sebelumnya, diwajibkan berpuasa. Kemudian timbul pertanyaan dalam hati kita, bagaimana puasa umat-umat terdahulu? (Baca: Ibadah Puasa Umat Terdahulu) 

Sejarah peradaban Islam telah menyebutkan bahwasanya Nabi Nuh AS, umurnya 950 tahun, melaksanakan puasa selama hidupnya kecuali hari raya Idul Fitri dan Qur’ban. (Baca: Sejarah Peradaban Islam Masa Nabi & Rasul)

Kemudian setelah kita tela’ah kembali kata “min qoblikum” itu bagaimana? Di dalam agama Yahudi, puasa diwajibkan selama 40 hari. Mulanya adalah 30 hari, lalu kemudian menjadi 40 hari. (Baca: Puasa Para Penganut Agama Di Dunia)

Lain halnya dengan orang-orang kristen yang lebih bersifat spiritualistik. Akibat terlalu spiritualistiknya orang-orang kristen mengharamkan apa yang dihalalkan oleh Allah SWT. Mereka di wajibkan puasa selama 50 hari. (Baca: Rekam Jejak Sejarah Agama Di Belahan Dunia)

Sedangkan di dalam Islam diwajibkan selama 30 hari.

Kita semua puasa, masing-masing mempunyai ni’at dan yang tahu hanya Allah.

Supaya kita tidak termasuk dalam golongan orang-orang yang hanya mendapatkan haus dan lapar maka hendaknya melaksanakan puasa dengan penuh keimanan. (Baca: Hikmah & Manfaat Ramadhan) 

Perlu kita ketahui bersama, Kelebihan bulan puasa diantaranya  adalah turunnya al-Qur’an. Menurut penelitian, kitab-kitab suci seperti suhuf Ibrohim, taurot, Injil, Zabur dan al-Qur’an turun pada bulan Ramadhan hanya tanggalnya saja yang berbeda. (Baca: Rekam Jejak Agama Di Belahan Dunia)

Al-Quran adalah furqan, pembeda. Furqan benar-benar membedakan zaman sebelum dan setelah Islam, jadi nyata perbedaanya antara zaman setelah turunnya al-Qur’an.

Pertanyaannya sekarang, bagaimana agar puasa kita berkualitas? sebagaimana puasa para sholihin. yaitu berpuasa ramadhan tahu batas-batasnya dan menjaga puasanya.

Untuk itu perlu kita mengambil pelajaran dari perkataan Imam Ghazali dalam kajian Kitab Ihya Ulumuddin diantaranya: Menjaga Lisan, berbicara yang baik, tidak melakukan pertengkaran, dzikrullah, membaca Al-Qur’an, menjaga Mata, tidak melihat hal-hal yang di haramkan oleh Allah SWT, menghidari ghibah dan namimah, menjaga pendengaran dari hal-hal yang tidak bermanfaat, menjaga anggota badan dari susatu yang tidak sesuai dengan syari’at Islam dan tidak berlebihan di dalam berbuka puasa. (Baca: Ihya Ulumuddin)



#Semoga Bermanfaat & Menambah Berkah....
#Salam Perubahan, Menuju Kemajuan, Dengan Tujuan....
#Salam Satu Jiwa, Buktikan Kita Bisa....

Minggu, 03 April 2022

Bukber, Membangun Relasi Kebersamaan

Bukber, Membangun Relasi Kebersamaan 

Kebersamaan kita dalam momen buka puasa bersama atau yang biasa kita sebut dengan bukber adalah sebuah tradisi dan budaya yang sudah berjalan sejak lama di masyarakat Muslim Indonesia.

Hal tersebut bisa kita lihat mulai dari strata lapisan masyarakat kelas atas, kelas menengah, dan kelas bawah, melakukan bukber untuk memperkuat tali silaturahim dan berharap mendapatkan nilai keberkahan.

Dalam konteks pendidikan Islam, berbuka dengan makan bersama sangat dianjurkan karena memiliki banyak relasi manfaat dan nilai keberkahannya.

Keberkahan makan bersama-sama ini didukung oleh suatu hadis riwayat Abu Dawud mengenai percakapan Nabi Muhammad dengan para sahabat. Dalam hadis itu di riwayatkan para sahabat bertanya,

 "mengapa makan tidak kenyang?"

Rasulullah pun balik bertanya, "Apa kalian makan sendiri-sendiri?"

Para sahabat pun menjawab, "iya"

Rasulullah lalu menyarankan para sahabat untuk makan bersama. "Makanlah kalian bersama-sama dan bacalah bismillah, maka Allah akan memberikan berkah kepada kalian semua."

Hadis tersebut memberikan isyarah kepada kita, dengan adanya tradisi dan budaya buka puasa bersama ini sekaligus sebagai ajang silaturrahim sangat baik dilakukan.

Selain itu, buka bersama dapat membentuk rasa kebersamaan, memperkuat tali persaudaraan dan menjalin komunikasi dengan baik antar sesama anggota masyarakat pada umumnya. 

Setidaknya melalui buka puasa bersama di bulan Ramadhan tersebut mempunyai nilai manfaat yaitu mempererat tali silaturahim antar sesama anggota masyarakat kedepannya.

#Semoga Bermanfaat & Menambah Berkah....
#Salam Perubahan, Menuju Kemajuan Dengan Tujuan....
#Salam Satu Jiwa, Buktikan Kita Pasti Bisa....

Sabtu, 02 April 2022

Ramadhan, Bulan Taqarrub & Muhasabah

Ramadhan, Bulan Taqarrub & Muhasabah

Bulan Ramadhan merupakan momentum yang sangat tepat untuk melakukan taqarrub (mendekatkan diri kepada Allah) serta melakukan muhasabah (introspeksi diri).

Dengan datangnya bulan Ramadhan, menjadikan saat yang tepat bagi kita untuk lebih meningkatkan taqarrub atau mendekatkan diri kepada Allah, sekaligus melakukan muhasabah atau introspeksi diri untuk menjernihkan hati dan pikiran kita menjadi pribadi "Top One."
 
Termasuk datangnya bulan Ramadhan mengajak dan memotivasi umat Islam untuk memperbanyak ibadah, taubat, istighfar, dzikir, shalawat, dan sedekah, serta berdoa kepada Allah SWT, agar diberikan perlindungan dan keselamatan dari musibah dan marabahaya dalam rangka menolak bala (khususnya dari pandemi Covid-19 yang masih berlangsung).

Poin harapan terpentingnya, semoga bulan Ramadhan ini menjadi momentum yang tepat untuk melakukan penguatan solidaritas kemanusiaan, memperkuat ukhuwah Islamiyah, ukhuwah wathaniyah, dan ukhuwah insaniyah.

Dan semoga segala amalan yang kita lakukan di dalam bulan Ramadhan ini, semakin dapat meningkatkan keimanan dan ketakwaan kita kepada Allah SWT.

Serta semoga Allah SWT senantiasa memberikan inayah-Nya dan meridhai setiap upaya yang kita lakukan.

Selamat menunaikan ibadah puasa pada bulan suci Ramadan 1443 Hijriah.

#Semoga Bermanfaat & Menambah Berkah....
#Salam Perubahan, Menuju Kemajuan, Dengan Tujuan....
#Salam Satu Jiwa, Buktikan Kita Pasti Bisa....

Menyambut Bulan Ramadhan


Menyambut Bulan Ramadhan

Salah Satu Wujud dan tanda Keimanan seorang muslim adalah bergembira menyambut datangnya bulan Ramadhan. 

Bila diibaratkan dalam kehidupan kita sehari-hari, seperti akan menyambut tamu agung yang sudah lama kita nanti-nantikan sebelumnya.

Oleh karena itu kita secara pribadi benar-benar sudah mempersiapkan segalanya dengan sepenuh hati.

Temuan benang merahnya, hendaknya kita sebagai seorang muslim khawatir apabila diri kita tidak ada perasaan gembira dengan datangnya bulan Ramadhan. Atau misalkan merasa biasa-biasa saja dan tidak ada suatu hal yang istimewa dengan datangnya bulan Ramadhan tersebut. Ini pertanda kita belum bisa melihat karunia Allah yang diberikan kepada kita. Sebagaimana firman Allah,

ﻗُﻞْ ﺑِﻔَﻀْﻞِ ﺍﻟﻠّﻪِ ﻭَﺑِﺮَﺣْﻤَﺘِﻪِ ﻓَﺒِﺬَﻟِﻚَ ﻓَﻠْﻴَﻔْﺮَﺣُﻮﺍْ ﻫُﻮَ ﺧَﻴْﺮٌ ﻣِّﻤَّﺎ ﻳَﺠْﻤَﻌُﻮﻥَ

“Katakanlah: ‘Dengan kurnia Allah dan rahmatNya, hendaklah dengan itu mereka bergembira. Kurnia Allah dan rahmat-Nya itu adalah lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan” (QS. Yunus [10]: 58).

Kita bisa melihat secara seksama dari referensi sejarah peradaban Islam tersebutkan, bagaimana para ulama dan orang shalih sangat merindukan dan berbahagia jika bulan Ramadhan akan datang. Sebagaimana Ibnu Rajab Al-Hambali pernah berkata,

ﻗَﺎﻝَ ﺑَﻌْﺾُ ﺍﻟﺴَّﻠَﻒُ : ﻛَﺎﻧُﻮْﺍ ﻳَﺪْﻋُﻮْﻥَ ﺍﻟﻠﻪَ ﺳِﺘَّﺔَ ﺃَﺷْﻬُﺮٍ ﺃَﻥْ ﻳُﺒَﻠِّﻐَﻬُﻢْ ﺷَﻬْﺮَ ﺭَﻣَﻀَﺎﻥَ، ﺛُﻢَّ ﻳَﺪْﻋُﻮْﻧَﺎﻟﻠﻪَ ﺳِﺘَّﺔَ ﺃَﺷْﻬُﺮٍ ﺃَﻥْ ﻳَﺘَﻘَﺒَّﻠَﻪُ ﻣِﻨْﻬُﻢْ

“Sebagian salaf berkata, dahulu mereka (para salaf) berdoa kepada Allah selama enam bulan agar mereka dipertemukan lagi dengan Ramadhan. Kemudian mereka juga berdoa selama enam bulan agar Allah menerima (amal-amal shalih di Ramadhan yang lalu) mereka.“

Alasan kenapa kita harus Bergembira Menyambut bulan Ramadhan tersebut?

Kegembiraan tersebut adalah karena adanya banyak kemuliaan, keberkahan, dan keutamaan pada bulan Ramadhan. Beribadah semakin nikmat dan lezatnya bermunajat kepada Allah.

#Semoga Bermanfaat & Menambah Berkah.....
#Salam Perubahan, Menuju Kemajuan, Dengan Tujuan.....
#Salam Satu Jiwa, Buktikan Kita Pasti Bisa....

Jumat, 01 April 2022

Megengan, Tradisi & Budaya Masyarakat Jawa

Megengan, Tradisi & Budaya Masyarakat Jawa 

Megengan adalah salah satu rangkaian kegiatan yang sudah biasa dilakukan masyarakat Jawa menjelang memasuki bulan Ramadhan. Rangkaian kegiatan ini telah berlangsung lama dan sudah terwariskan secara turun temurun menjadi tradisi budaya di masyarakat. (Baca: Tradisi & Budaya Masyarakat Jawa)

Asal kata megengan berasal dari pegeng atau megeng yang berarti menahan atau ngempet (Baca: Istilah Dalam Bahasa Jawa).

Megengan dalam konteks puasa bisa dimaknai sebagai menahan hawa nafsu. Selaras dalam hal ini megengan merupakan tahap persiapan diri untuk memasuki bulan puasa. (Baca: Puasa Dalam Tradisi & Budaya Masyarakat Jawa)

Rangkaian dari kegiatan  megengan ini diantaranya adalah nyekar atau ziarah ke makam orang tua dan leluhurnya.

Nyekar berasal dari kata Sekar atau bunga. Dinamakan nyekar karena orang yang ziarah akan membawa bunga wewangian untuk ditabur pada makam. (Baca: Makna & Manfaat Nyekar)

Termasuk juga menjadi rangkaian kegiatan megengan adalah membuat asahan (berupa makanan). Berdasarkan dari hasil referensi, asahan itu sendiri berasal dari kata isah. Salah satu sajian yang menjadi pelengkap asahan adalah jajanan kue  apem. Asahan yang telah dibuat oleh masing-masing keluarga itu selanjutnya dibawa ke langgar atau masjid untuk dimakan bersama jamaah lainnya. Kegiatan makan asahan di langgar atau masjid itu biasa disebut sebagai bancakan. (Baca: Aneka Sebutan Makanan Khas Jawa)

Lalu makanan yang tersisa akan dibungkus dibawa pulang. Bungkusan makanan itu dinamakan berkat. Asal kata berkat adalah barkah dari bahasa Arab yaitu barokah. Berkah atau berkat karena makanan yang dibawa pulang tersebut telah didoakan oleh Kyai Kampung saat asahan disuguhkan. (Baca: Berkah Kyai Kampung) 

Disamping membawa Asahan ke tempat ibadah ada juga tradisi saling berbagi makanan yang disebut Ater-ater. Istilah ater-ater ini memiliki arti mengantarkan makanan. Makanan yang telah disiapkan ini biasanya diantarkan pada famili yang tinggal pada rumah yang berbeda. Sedangkan makanan yang diantarkan tersebut dinamakan dengan istilah wewehan yang artinya makanan pemberian. (Baca: Masyarakat, Tradisi, Budaya Setempat)

#Semoga Bermanfaat & Menambah Berkah...
#Salam Perubahan, Menuju Kemajuan, Dengan Tujuan...
#Salam Satu Jiwa, Buktikan Kita Pasti Bisa...