Benarkah Hadits Ini Dhaif?
Dari beberapa sumber referensi yang sudah terpercaya menyebutkan, bahwa hadits tentang pembagian Ramadhan menjadi tiga itu dhaif.
Padahal hadits itu sudah mempopuler sekali disetiap kehadiran bulan Ramadhan, yang bunyinya:
أول شهر رمضان رحمة وأوسطه
مغفرة وآخره عتق من النار
Ramadhan itu awalnya adalah rahmat, tengahnya adalah maghfirah (ampunan) dan akhirnya adalah pembebasan dari api neraka.
Dengan hadits ini, para penceramah banyak mengajak orang-orang agar memanfaatkan bulan Ramadhan untuk khusyu’ beribadah, agar mendapatkan tiga hal tersebut. Yaitu rahmah dari Allah, ampunan-Nya serta pembebasan dari neraka.
Hadits ini bermasalah dari sanad dan kekuatannya jalur periwayatannya, betulkah?
Para ulama ahli hadits terkait dengan hadits ini mengemukakan uraian yang menarik. Salah satunya Ulama ahli hadits di Indonesia, yaitu KH. Prof. Ali Mustafa Ya’qub, MA.
Menurut beliau, hadits ini memang bermasalah dari segi periwayatannya. Sebenarnya hadits ini diriwayatkan tidak hanya lewat satu jalur saja, namun ada dua jalur. Sayangnya, menurut beliau, kedua jalur itu tetap saja bermasalah.
Hadits ini diriwayatkan oleh Al-‘Uqaili dalam kitab khusus tentang hadits dha’if yang berjudul Adh-Dhu’afa’.
Juga diriwayatkan oleh Al-Khatib Al-Baghdadi dalam kitabnya Tarikhu Baghdad.
Serta diriwayatkan juga oleh Ibnu Adiy, Ad-Dailami, dan Ibnu Asakir.
Adapun para muhaddits yang mendhaifkan (mempermasalahkan) riwayat ini antara lain:
1. Imam As-Suyuthi, Beliau mengatakan bahwa hadits ini dhaif (lemah periwayatannya).
2. Syeikh Al-Albani,
Beliau mengatakan bahwa riwayat ini statusnya munkar. Jadi sebenarnya antara keduanya tidak terjadi pertentangan. Hadits munkar sebebarnya termasuk ke dalam jajaran hadits dhaif juga. Sebagai hadits munkar, dia menempati urutan ketiga setelah hadits matruk (semi palsu) dan maudhu’ (palsu).
Sementara sanadnya adalah:
1. Sallam bin Sawwar 2. dari Maslamah bin Shalt 3. dari Az-Zuhri 4. dari Abu Salamah 5. dari Abu Hurairah 6. dari nabi SAW
Dari rangkaian para perawi di atas, perawi yang pertama dan kedua bermasalah. Yaitu Sallam bin Sawwar dan Maslamah bin Shalt.
Sallam bin Sawwar disebut oleh Ibnu Ady, seorang kritikus hadits, sebagai munkarul hadits. Sedangkan oleh Imam Ibnu Hibban, dikatakan bahwa haditsnya tidak bisa dijadikan hujjah (pegangan), kecuali bila ada rawi lain yang meriwayatkan haditsnya. Perkataan Ibnu Hibban ini bisa kita periksa dalam kitab Al-Majruhin.
Sedangkan Maslamah bin Shalt adalah seorang yang matruk, sebagaimana komentar Abu Hatim. Secara etimologis, matruk berarti ditinggalkan. Sedangkan menurut terminologi hadits, hadits matruk adalah hadits yang dalam sanadnya ada rawi yang pendusta. Dan hadits matruk adalah ‘adik’ dari hadits maudhu’ (palsu).
Bedanya, kalau hadits maudhu’ itu perawinya adalah seorang pendusta, sedangkan hadits matruk itu perawinya sehari-hari sering berdusta. Kira-kira hadits matruk itu boleh dibilang semi maudhu’.
Kesimpulannnya, hadits ini punya dua gelar. Pertama, gelarnya adalah hadits munkar karena adanya Sallam bin Sawwar. Gelar kedua adalah hadits matruk karena adanya Maslamah bin Shalt.
Lebih tepat dan amannya yang disebut hadist tersebut disebut sebagai maqolah saja.
#Semoga Bermanfaat & Menambah Berkah.....
#Salam Perubahan, Menuju Kemajuan, Dengan Tujuan.....
#Salam Satu Jiwa, Buktikan Kita Pasti Bisa.....
In Frame
Membangun Relasi Kebersamaan
#Safari MWCNU Krembung
Tidak ada komentar:
Posting Komentar