Kamis, 30 Desember 2021

Pendidikan Bermental Instan

Baik buruknya suatu kejadian, semuanya berangkat dari pikiran, yang akan mempengaruhi ucapan & tindakan yang akan berakibat pada sendi kehidupan di masayarakat menjadi lebih baik atau sebaliknya. 

Sama artinya dalam hal ini, berawal dari berpola pikir instan sebenarnya sangat berbahaya & akan merusak sendi kehidupan. kita bisa melihat secara seksama, banyak lulusan yang tidak kompeten dalam bidangnya. Berakhir dengan munculnya mafia yang hanya berorientasi pada hasil & kepentingan sesaat serta hilanglah apresiasi akan kerja keras keras, kerja cerdas, kerja tuntas, jujur dalam segala aktifitasnya.

Terjadinya Kerusakan di suatu aspek kehidupan bermasyarakat dikarenakan banyak orang yang tidak ahli di bidangnya turut berperan & bertanggungjawab atas segala urusan-urusan yang penting di masyarakat.

Sebagian contoh kecil dalam masyarakat pada umumnya, kecelakaan & kemacetan terjadi rata-rata karena berawal dari tidak tertib berlalu lintas di jalan raya (ini salah-satu penyebabnya akibat dari mengurus SIM secara instan), banyaknya orang kaya baru (OKB) bermunculan yang di kemudian hari terpaksa masuk sel tahanan karena melakukan tindak kejahatan (kolusi, korupsi, nepotisme), deret pengangguran dengan berbagai latar belakang semakin bertambah akibat tidak memiliki kompetensi yang memadai untuk menjawab tantangan zamannya.

Lalu jika ada seorang pelajar yang berorientasi pada proses, maka tidak akan terlalu bersedih bila mendapatkan nilai buruk (dibawah standar mutu) karena ia tahu bahwa pencapaiannya hanyalah bagian (bukan keseluruhan) dari matrikulasi menuju menjadi orang sukses di masyarakat. Sungguh kita tidak pernah melihat, bahkan adanya satu kasuspun, seorang yang mengikuti proses panjang dengan benar, tidak akan berhasil. Ini sebetulnya hanya masalah waktu yang tepat untuk menjadi sukses. Seorang yang jujur dalam bekerja (dengan kerja keras, kerja cerdas & kerja tuntasnya), meskipun tidak pandai akan dicari dimana-mana. Mental seperti itulah yang dibutuhkan Indonesia saat ini.

Dalam konteksnya ini, perlu adanya perubahan pola pikir atau mindset dalam mendidik generasi penerus & pengembang bangsa kita saat ini menuju Indonesia yang berkemajuan. Untuk itu mari kita malai dari suatu hal yang kecil, sederhana, mengikuti tata tertib atau aturan yang ada, belajar dengan jujur, tidak segan-segan sekali waktu bertanya kepada anak-anak kita (apa yang kamu pelajari hari ini,  ketimbang bagaimana nilai ujianmu hari ini).

Berangkat dari studi kasus, suatu tindakan irrasionalitas McDonaldisasi telah mengubah wajah pendidikan kita saat ini. McDonaldisasi yang bermula dari sesuatu yang rasional yakni otonomi pendidikan, kini berakhir dengan irrasionalitas seperti dehumanisasi, dan kemerosotan kualitas pendidikan. Lembaga pendidikan yang seharusnya berfungsi untuk menciptakan lulusan yang berkualitas, kini hanya berpikir bagaimana menambah kuota peserta didik dan jumlah lulusannya. Berbagai penyelenggara pendidikan baik negeri maupun swasta berlomba-lomba membuka cabang baru demi mengantisipasi semakin banyaknya masyarakat yang ingin bersekolah atau kuliah. 

Bahkan terkadang tingginya animo masyarakat atas pendidikan, dimanfaatkan oknum sekolah atau kampus untuk menambah pundi-pundi kas dengan cara mematok biaya pendidikan yang begitu mahal.

Ironisnya, kemegahan bangunan sekolah maupun universitas tidak dibarengi dengan upaya penyelenggara pendidikan untuk menciptakan lulusan yang berdaya saing. Tidak sebanding pula dengan upaya menyiapkan lowongan pekerjaan bagi lulusannya.

Pada akhirnya lembaga pendidikan memiliki andil besar sebagai "pabrik penghasil pengangguran" di negeri ini. Di samping itu pendidikan yang seyogyanya diselenggarakan untuk meningkatkan nilai jual dimana orang-orang yang berpendidikan tinggi dibayar lebih mahal dibandingkan yang tidak sekolah. Dalam banyak kasus para lulusan justru kebanyakan bekerja sebagai buruh industri yang diupah murah. 

Ironisnya lagi, akibat generalisasi skill yang dimiliki banyak lulusan sekolah atau perguruan tinggi membuat para tenaga kerja tidak dapat menolak upah rendah tersebut. Karena kalau menolak, pemilik modal bisa dengan mudah menemukan orang lain yang punya kemampuan sama. Ini adalah sebuah potret buram yang mencekam bagi generasi penerus & pengembang kita pada umumnya.

Titik point pentingnya semua permasalahan bermuara pada satu hal yaitu pendidikan yang bermental instan. Menjadi tugas kita bersama untuk mendidik diri kita sendiri, termasuk mendidik generasi penerus & pengembang kita agar berusaha menghindari penyakit serba instan.  Sebab lantaran penyakit inilah bangsa kita saat ini jalan di tempat (negara maju) belum bisa selangkah lebih maju menjadi negara berkembang.

#Semoga Bermanfaat & Menambah Berkah ...
#Salam Perubahan, Menuju Kemajuan, Dengan Tujuan ...
#Salam Satu Jiwa, Buktikan Kita Pasti Bisa ...

Selasa, 28 Desember 2021

Konsep, Prinsip, Piranti Bertasawuf

Kondisi rohani yang sudah terdidik dengan baik akan membentuk jaringan sikap suka beramal tanpa melihat kepada amalan itu akan membawanya ke surga, sebaliknya ia melihat kemampunya berbuat amal tersebut sebagai karunia dari Allah yang patut disyukuri untuk mendapatkan ridho-Nya semata-mata.

Seorang hamba yang sudah terdidik dengan baik rohani atau hatinya akan suci bersih kepribadiannya (Top-One). Sehingga berpengaruh dalam hidupnya akan memiliki sifat malu menuntut kepada Allah & sebaliknya berusaha dengan penuh khidmat membuka hati nuraninya untuk menerima taufik dan hidayah dari Allah.

Seorang hamba yang hatinya suci, bersih inilah yang akan menerima pancaran Nur Sir &  mata hatinya akan melihat kepada hakikat bahwa Allah adalah Tuhan Yang Maha Mulia, Maha Suci dan Maha Tinggi tidak mungkin bisa ditemui dan dikenali kecuali jika Dia sendiri berkenan ditemui & dikenali.

Perlu kita ketehui bersama dalam ruang regulasinya, tanpa seizin-Nya tidak ada ilmu & amal yang mampu menyampaikan seorang hamba kepada Allah. Sesungguhnya Allah hanya dikenali apabila Dia berkenan memperkenalkan diri-Nya.

Menjadi suatu batas kewajaran & potret buram tersendiri bagi seorang hamba, dalam menempuh suatu perjalanan tangga makrifat, seorang hamba tersebut terkadang menjadi pribadi yang ragu, lemah semangat bahkan berputus asa. Hal tersebut bisa saja terjadi, jika dia masih menyandarkan dirinya kepada sesuatu selain Allah.

Seharusnya memang sebagai seorang hamba tidak ada pilihan kecuali berserah kepada Allah. Hanyalah Dia yang memiliki kuasa Mutlak dalam menentukan siapakah antara hamba-hamba-Nya yang layak mengenali Diri-Nya.

Keberadaan ilmu & amal hanya digunakan untuk membentuk hati yang berserah diri kepada Allah. Aslim atau menyerah diri kepada Allah adalah perhentian di hadapan pintu gerbang makrifat.

Hanya para hamba yang sampai di perhentian aslim inilah yang berkesempatan menerima karunia makrifat. Allah menyampaikan hamba-Nya di maqam ini adalah tanda bahwa seorang hamba tersebut dipersiapkan untuk menemui-Nya secara leluasa.

Barangsiapa yang sampai kepada maqam ini, waktu & kesempatan yang ia miliki dibuat berusaha semaksimal mungkin membenamkan dirinya ke dalam lautan penyerahan tanpa menghiraukan banyak atau sedikit ilmu & amal yang dimilikinya selama ini. Dia akan berjuang sekuat tenaganya melakukan mujahadah, berusaha melawan godaan hawa nafsunya, sekuat tenaga melakukan varian amal ibadah & gemar menuntut ilmu sebagai pelengkap penyempurna amalnya. 

Ruang peraduannya, dhohir disibukan melaksanakan tuntutan syariat sedangkan batinnya membuat platform memperteguh keimanannya.

#Semoga Bermanfaat & Menambah Berkah ...
#Salam Perubahan, Menuju Kemajuan, Dengan Tujuan ...
#Salam Satu Jiwa, Buktikan Kita Pasti Bisa ...

Senin, 27 Desember 2021

Remaja Masjid: Literasi Digital & Bahayanya Hoaks

Pentingnya bagi Remaja Masjid baik di lingkungan pedesaan maupun di perkotaan pada umumnya untuk mengikuti pelatihan literasi digital & bahayanya akan hoaks adalah untuk menangkis segala macam kejahatan yang bersifat terselubung. 

Dimana kejahatan ini, meracuni jaringan & kerangka pemikiran generasi muda secara halus melalui berbagai konten, situs, fitur yang mudah untuk dikunjungi dengan cukup berbekalkan hp di tangannya.

Adanya kegiatan pelatihan ini, bagi Remaja Masjid diharapkan tidak sekedar untuk membangun kepribadiannya menjadi agent of change (agen perubahan) melainkan juga menjadikan dirinya man of excellant (generasi yang unggul sesuai kebutuhan semangat zamannya).

Harapan bersama, mereka ini tidak sebatas dapat meningkatkan kapasitas dirinya akan tetapi juga melejitkan kualitas dirinya masing-masing untuk menjawab tantangan & menciptakan peluang zamannya.

Terkait hal ini tugas kita bersama sebagai orang tua, mendorong agar Remaja Masjid dapat terlibat dalam berbagai kegiatan di masyarakat & dapat menyelesaikan persoalan-persoalan yang ada. Mengajaknya agar mereka dapat mengoptimalkan masjid tidak hanya sebagai tempat ibadah namun juga untuk kegiatan sosial lain.

Sebab Remaja Masjid sebagai bagian dari aset Masjid harus bisa mengambil peran krusial dalam mengoptimalkan fungsi 
masjid sebagai pusat peradaban di tengah masyarakat.

Oleh karena itu harapan bersama ke depannya Remaja Masjid dapat membuat kepengurusan yang kuat, memiliki jaringan yang berkualitas & terus membangun kapasitas & kualitasnya menjadi lebih baik.

Simpulnya, para Remaja Masjid tidak boleh menunggu bola menggelinding ke arahnya (munculnya kesempatan) akan tetapi harus bisa menciptakan peluang & kesempatan membangun peradaban dengan haus menimba ilmu pengetahuan.

Kondisi perkembangan teknologi yang amat pesat berdampak kepada informasi yang mudah diperoleh masyarakat. Kondisi tersebut tak jarang berita hoaks atau kabar bohong dapat dengan mudahnya muncul berselancar.

Catatan kita bersama sebagai orang tua, tak semua informasi yang beredar di media sosial adalah fakta atau nyata kebenarannnya. 

Tidak jarang terdapat informasi yang beredar di internet adalah terkadang beritanya bohong atau hoaks.

Informasi palsu ini diantaranya terkadang disebarkan lewat pesan berantai, gambar, dan pemberitaan situs abal-abal d.s.t. Ada berita yang diubah judulnya karena mengganti atau menyisipkan judul sangat mudah lalu discreenshot seakan-akan berita asli.

Kita sebagai orang tua, memiliki tugas mengajak agar pengguna media sosial khususnya dalam hal ini Remaja Masjid berwaspada terhadap penyebaran berita bohong atau kabar hoaks khususnya lewat sebuah pemberitaan.

Sebagai catatan kita, biasanya pengguna media sosial dapat membedakan situs berita asli dan yang tidak diantaranya dengan mengecek keberadaan domain situs tersebut.

Sebuah situs pemberitaan biasanya menggunakan domain yang resmi dan terdaftar misalnya .com, .co.id, .id, dan sebagainya. Selain itu, situs abal-abal banyak menggunakan nama-nama cukup menarik perhatian para penggemar peselancar media sosial.

Dengan adanya pelatihan literasi digital bagi para Remaja Masjid ini, harapan ke depannya lebih bisa menyaring atau membedakan dengan baik terkait berbagai pemberitaan di media sosial. Mana berita yang benar-benar boleh diikuti & disebarkan maupun mana yang salah & tidak patut untuk diikuti lebih-lebih disebar luaskan.

Sehingga dengan bekal pelatihan ini mengantarkan para Remaja Masjid memiliki tujuh sikap ilmiah, dimana sikap ini wajib dimiliki masyarakat di era digital saat ini. Antara lain jujur, terbuka, toleransi, skeptis, optimis, berani, kreatif.

#Semoga Bermanfaat & Menambah Berkah ...
#Salam Perubahan, Menuju Kemajuan, Dengan Tujuan ...
#Salam Satu Jiwa, Buktikan Kita Pasti Bisa ...

Sabtu, 25 Desember 2021

NATAL 2021 & PMDI

Tema perayaan natal tahun 2021 ini, yaitu "Cinta Kasih Kristus yang Menggerakkan Persaudaraan." Tema ini sangat relevan dengan kondisi bangsa Indonesia yang sangat majemuk. Pesan moralnya dari tema ini adalah pentingnya memperkuat persaudaraan, pentingnya bersikap bijak dalam menyikapi segala perbedaan, pentingnya menjaga persatuan dan kesatuan dalam kehidupan berbangsa & bernegara demi kemaslakhatan bersama ke depannya. Hal ini dilindungi oleh konstitusi berdasarkan ideologi pancasila. 

Tema "Cinta Kasih Kristus yang Menggerakkan Persaudaraan" ini adalah tema universal yang dapat merekatkan hati orang-orang beriman untuk menjaga kerukunan, kedamaian, dan kesejahteraan bagi masyarakat pada umumnya. 

Sebab inti dari ajaran agama adalah gemar menebar kebaikan yang berbuah toleransi & memberikan motivasi (spirit-spiritualitas) kepada pemeluknya gemar menyampaikan kebenaran demi menciptakan perdamaian & kemaslakhatan bersama di tengah masyarakat.

Dalam konteks Pemikiran Modern dalam Islam (PMDI), saat ini dunia telah memasuki era revolusi industri 4.0/5.0. Tugas kita bersama merenungkan kembali sembari melakukan real action terkait nilai-nilai yang telah ditanamkan oleh para pendahulu kita dalam bingkai trilogi ukhuwah. Yakni ukhuwah Islamiyah (persaudaraan internal umat Islam), ukhuwah wathaniyah (persaudaraan kebangsaan) dan ukhuwah insaniyah/basyariyah (persaudaraan kemanusiaan).

Nilai-nilai ini bisa menjadi cerminan pribadi yang Top-One (berilmu yang amaliah, beramal yang ilmiah, berwawasan qur'aniah & bermasyarakat madaniah). Relasi nilai manfaatnya dari cerminan ini adalah  mendapatkan bonus demografi. Bukan justru sebaliknya, mendapatkan musibah demografi.

Selaras dalam hal ini dengan mengikuti perkembangan zamannya, era revolusi industri atau yang lebih familiar dengan sebutan era 4.0/5.0 dianggap menjadi pertanda meningkatnya peradaban kemanusiaan diberbagai lini kehidupan. Oleh karena itu tuntutan kita bersama harus mengimbanginya dengan 5G, sebagai pelengkap & pirantinya untuk bisa menjadi pribadi yang Top-One. 5G yang dimaksud disini Yaitu, lima ajaran khas dan konsep besar membangun peradaban bermasyarakat, berbangsa & bernegara dengan baik. Antara lain sebagi berikut:

Pertama, Grand Model yaitu mampu menjadi teladan terbaik. Baik di lingkungan keluarga, tempat kerja maupun di masyarakat pada umumnya. Sebab teladan yang baik adalah bagian dari misi dakwah yang relevan, di era saat ini. Ribet, ruwet & semrawutnya masyarakat kita saat ini disebabkan karena krisis keteladanan. 

Kedua, Grand Idea yaitu pentingnya memiliki visi-misi bermasyarakat yang jelas sebagai instrumen untuk menyatukan langkah, baik secara struktural maupun kultural. Agar berada dalam satu langkah dan satu keputusan, untuk menggalang kekuatan bersama menciptakan hidup dengan penuh kedamaian. 

Ketiga, Grand Design yaitu menciptakan program-program unggulan yang terukur. Memiliki Progres, prospect & impact-nya mengantarkan setiap warga masyarakat apapun latar belakangnya & apapun agamanya bisa bersatu dalam suatu program tersebut.

Keempat, Grand Strategy yaitu mengintensifkan sikap keberanian berinovasi-berkreasi secara terencana, terarah & dikelola dengan baik dalam berbagai bidang ataupun sektor yang ada, serta adanya pendistribusian kader-kader terbaik masyarakat ke ruang-ruang publik yang tersedia. Catatan rekam jejaknya hari ini, Kader dari masyarakat kita saat ini, belum berperan secara maksimal di semua ruang-ruang publik yang ada karena berbagai kendala yang ada. Dan patut segera dicarikan solusinya.

Kelima, Grand Control yaitu sistem dan gerakan bermasyarakat harus bisa melahirkan garis komando baik secara struktural maupun kultul baik dari hulu sampai ke hilir (tingkat pusat sampai pada tingkat desa).

Semoga Bermanfaat & Menambah Berkah ...
#Salam Perubahan, Menuju Kemajuan, Dengan Tujuan
#Salam Satu Jiwa, Buktikan Kita Pasti Bisa  

Kamis, 23 Desember 2021

NU & Muhammadiyah, dalam Bingkai Islam Nusantara yang Berkemajuan

NU & Muhammadiyah adalah organisasi keagamaan yang lahir sebelum kemerdekaan. Kedua organisasi ini telah membuktikan jati dirinya bergerak & berjuang untuk Indonesia merdeka serta secara integratif membangun Indonesia dengan penuh khidmat untuk menyatukan keislaman & kebangsaan.

Serta sesuai dengan pernyataannya yang tegas bagi NU dan Muhammadiyah, Indonesia dengan dasar Pancasila dan UUD 1945 telah selesai atau final sebagai rumah berbangsa dan bernegara milik bersama menuju kemaslahatan, berdaulat, adil & makmur.

Kedua organisasi masyarakat terbesar ini hadir sebagai representasi Islam moderat yang menampilkan wajah Islam yang rahmatan lil'alamin. 

Dalam rautan rekam jejaknya di masyarakat,  Kedua organisasi ini dianggap memiliki relasi nilai, tujuan yang searah & termasuk organisasi Islam terbesar di Indonesia. Dalam beberapa hal, selintas memang terkesan memiliki perbedaaan pandangan dalam suatu hal tertentu. Namun sebetulnya saling melengkapi & menguatkan satu sama lain. 

Kedua organisasi masyarakat tersebut dianggap bagaikan dua sisi yang berbeda dari mata uang yang sama. Contoh sederhananya NU menggaungkan slogan Islam Nusantara-nya, sedangkan Muhammadiyah menggaungkan slogan Islam berkemajuan-nya. Islam Nusantara merupakan kontekstualisasi perubahan tempat. Sedangkan Islam berkemajuan menggunakan kontekstualisasi perubahan waktu. Islam nusantara dan Islam berkemajuan adalah respon yang sama dalam menerapkan Islam secara menyeluruh.

Sebetulnya Kedua organisasi masyarakat ini sama, yang membedakan hanyalah pada penggunaan alat ukurnya saja namun tujuannya tetap searah. NU untuk kemaslahatan (kesejahteraan) umat sedangkan Muhammadiyah untuk kemajuan umat. Termasuk juga dalam hal ini langkah pergulatan & pergerakannya di masyarakat, NU bergerak dari desa ke kota dengan role modelnya pondok pesantren. Sedangkan Muhammadiyah bergerak dari kota ke desa dengan role modelnya sekolahan. Benang merahnya baik NU maupun Muhammadiyah sudah sampai ke kota dan desa. Ini yang menjadikan Islam Nusantara semakin berkemajuan.

Keduanya ini menjadi pilar penyokong & menyatukan bangsa dalam spirit Bhinneka Tunggal Ika sekaligus menampilkan karakter keindonesiaan yang religius dan moderat dengan menjunjung tinggi tiga nilai utama keluhuran yaitu Pancasila, agama, dan kebudayaan bangsa Indonesia. 

Semoga Bermanfaat & Menambah Berkah...
#Salam Perubahan, Menuju Kemajuan, Dengan Tujuan
#Salam Satu Jiwa, Buktikan Kita Pasti Bisa

Rabu, 22 Desember 2021

Kepemimpinan Ideal NU (Dalam Studi Lintas Generasi)

Sebagaimana yang pernah disampaikan direktur eksekutif Indonesia Public Institute (IPI) Karyowo Wibowo menilai yang penting dalam Muktamar ke 34 NU ini adalah perlunya regenerasi kepemimpinan. Dimana organisasi masyarakat ini yang jumlah anggotanya diperkirakan lebih dari 100 juta orang yang tersebar di belahan dunia.

Terkait soal regenerasi kepemimpinan di PBNU, Prof. Dr. KH. Said Aqil Siroj, MA pernah menyatakan "Kalau saya terpilih, beberapa ketua nanti diisi orang muda."

Memang dengan melihat faktanya di lapangan secara seksama, pelbagai problematika sekarang bukan lagi soal kemampuan sosok calon ketua umum. Sebab proses penjaringan & kaderisasinya NU sudah berlangsung secara sistemik, terjaga kemapananya & sustainable tentunya. Sehingga progres & impacnya tidak akan kekurangan kader yang berkualitas sebetulnya. Dan ke depannya  benar-benar bisa meneguhkan kembali serta mengimplementasikan narasi Islam nusantara sebagai pengejawantahan Islam rahmatan lil alamin untuk menjaga kedaulatan serta keutuhan NKRI.

Menyikapi sebagaimana hal tersebut di atas KH. Yahya Cholil staquf pernah menyampaikan dalam suatu kesempatan, yang terpenting lagi adalah menyusun strategi NU ke depan dalam menjawab tantangan zaman yang multidimensi, lebih dari itu juga era disrupsi ini berdampak sistemik di pelbagai bidang kehidupan memerlukan perhatian serius dari NU.

Lain halnya dengan Gus Nadir dalam pemaparannya memiliki kriteria sendiri dalam konteks pemimpin ideal NU. Beliau meringkas dalam akronim PBNU. Bukan makna sebenarnya yang berarti Pengurus Besar Nahdlatul Ulama. Tapi itu
merupakan singkatan.
"P-nya adalah pandai membaca perubahan
sosial. Orientasi kita saat NU berdiri bertarung dengan Wahabi. B-nya adalah bangkitkan kembali peradaban
Islam," jelasnya. Selanjutnya, Gus Nadir menyampaikan N dari akronim PBNU dalam
kacamatanya adalah nunut atau patuh kepada para masyaikh.
"Ini identitas kita. Kita harus menjaga adab karena masyaikh kita memutuskan sesuatu bukan hanya teks dan konteks tapi juga spritual. Ini salah satu kekuatan kita," jelasnya. "Terakhir adalah U, yakni untuk Indonesia tercinta. Sehebat apapun program kita konteksnya harus menjaga rumah kita bersama Indonesia."

Sementara itu dalam konteks pemahaman Gus Miftah memandang pemimpin ideal organisasi masyarakat terbesar di Indonesia tersebut harus memiliki pandangan visioner ke depan. "Hari ini banyak ruang publik yang sebenarnya itu milik Nahdlatul Ulama, milik aslussunnah wal jamaah nahdliyah itu direbut oleh orang-orang non NU. Saya pikir pemimpin ideal NU ke depan harus mampu menyelamatkan ruang-ruang publik ini," jelasnya. Menurut beliau, masih ada lagi ruang publik yang lebih luas. Yakni, persaingan di media sosial yang banyak digeluti akhir-akhir ini. "Ke depan pemimpin NU harus punya visi ke depan terkait persoalan ini. Bahkan saya minta kalau bisa persoalan dakwah di medsos menjadi kajian di muktamar besok bagaimana kemudian ruang ini bisa kita ambil," jelasnya. Sebagaimana penjelasan beliau dalam diskusi peringantan hari santri nasional di kampus  Universitas Islam Malang,   hari sabtu tertanggal 16 oktober 2021.

Simpul mendasarnya, majunya jami'iyah NU butuh kepemimpinan & peran serta dari kader yang berpendidikan, berpengalaman (kiprah rekam jejak intelektualnya terakui), siap mengahadapi tantangan & pandai menciptakan peluang berkemajuan untuk pengembangan NU ke depannya.

Selasa, 21 Desember 2021

Digital Nalar: Muktamar

Sudah saatnya para elite NU bermuhasabah, menjadikan forum Muktamar ke-34 nanti sebagai ajang introspeksi diri. Mengakhiri satu abad NU dan memasuki abad kedua mendatang semakin bisa menemukan relasi nilai kesadaran diri, tetap semangat membangun keteladanan dengan keteduhan & semakin bisa berkomitmen memperjuangkan kepentingan jamaah menjadi skala prioritasnya. Jika tidak, akan dikhawatirkan NU semakin tidak relevan menjawab tantangan yang mendahului semangat zamannya.

Sesuai dengan hasil penelusuran rekam jejak digitalnya, sebagaimana hasil kesepakatan bersama, muktamar NU Resmi Ditetapkan 23-25 Desember 2021. Dengan adanya keputusan bersama ini, Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) penyelenggaraan Muktamar ke-34 NU digelar pada 23-25 Desember 2021 di Lampung. Muktamar NU ini akan memilih Ketua Umum PBNU yang baru.

Masih dalam rekam jejak digitalnya, hal itu sudah disepakati bersama dalam rapat pengurus harian tanfidziyah dan pengurus harian syuriah di Kantor PBNU, tertanggal 7 desember 2021 di Jakarta. Selain Ketua Umum PBNU Prof. Dr. KH. Said Aqil, MA turut hadir dalam rapat tersebut yakni Sekjen PBNU Dr. Helmy Faishal Zaini dan Rais Aam PBNU KH. Miftachul Akhyar serta beberapa tokoh penting lainnya lainnya dengan penuh hikmat.

Sepanjang hasil kesepakatan sebelumnya memang telah ditetapkan untuk digelar pada 23-25 Desember 2021 di Lampung. Hal itu berdasarkan Munas dan Konbes NU yang digelar September 2021 lalu. Namun kemudian waktu tersebut dibicarakan ulang lantaran pemerintah berniat menerapkan PPKM Level 3 seluruh Indonesia mulai 24 Desember. Sebab belakangan pemerintah batal menerapkan PPKM level 3 tersebut. Para elit PBNU lantas mengambil sikap untuk kembali pada rencana awal, yakni 23-25 Desember 2021 ini. Semoga sukses sesuai dengan harapan bersama.

Dan, sampai saat ini terdapat dua kandidat kuat calon Ketum PBNU yang diprediksi akan maju pada Muktamar ke-34 NU di Lampung. Beliau adalah Ketum PBNU petahana, Prof. Dr. KH. Said Aqil Siraj, MA dan Katib Aam PBNU KH. Yahya Cholil Staquf.

Harapan besar bersama nantinya, siapapun yang menjadi ketum PBNU semoga semakin bisa menahkodai NU semakin berkemajuan untuk mewarnai peradaban dunia dalam menyongsong masa depan yang penuh dengan tantangan mendahului semangat zamannya. Dari sinilah, pentingnya membiasakan yang benar jauh lebih utama dari sekedar membenarkan apa yang sudah dianggap biasa.

Semoga Bermanfaat & Menambah Berkah ...
#Salam Perubahan, Menuju Kemajuan, Dengan Tujuan
#Salam Satu Jiwa, Bersama Kita Bisa

Senin, 20 Desember 2021

Islam dalam Bingkai Pemikiran Soekarno

Dalam rekam jejak diskusi jaringan Islam liberal, tertanggal 28 Mei 2009, yang mengulas ajaran Soekarno mengenai Islam liberal. Panitia menghadirkan Prof. M. Dawam Rahardjo dan Dr. Yudi Latif sebagai pembicara. Diskusi yang dipandu oleh Novriantoni Kahar, MA itu berlangsung selama dua jam dan dihadiri oleh sekitar 100 peserta. 

M. Dawam Rahardjo yang tampil sebagai pembicara pertama mengulas sejarah pemikiran Soekarno, khususnya mengenai persentuhan Soekarno dengan Islam. Sebetulnya, Soekarno dilahirkan tidak dalam tradisi santri, melainkan abangan. Ibunya bahkan berasal dari Bali dan beragama Hindu. Persentuhan Soekarno dengan Islam langsung pada level high Islam yang rasional filosofis, tidak dengan low Islam, yakni pendidikan Islam tradisional. Soekarno bersentuhan dengan Islam langsung pada tradisi pemikiran, bukan pada tradisi ritual. 

Ada banyak kalangan yang memandang bahwa rumusan Dasar Negara yang disusun oleh Soekarno bukan hanya renungan mengenai Indonesia, melainkan juga refleksi atas perkembangan politik masyarakat dunia. Pancasila memuat klaim terhadap ide-ide besar pemikiran politik terbaru saat itu. Dia tidak hanya merespon gerakan kemerdekaan negara-negara jajahan kolonial, melainkan juga mengamati secara lebih dekat keruntuhan rezim kekaisaran Turki Utsmani, yang selama bertahun-tahun diakui sebagai simbol kedaulatan politik Islam.

pilihan politik Soekarno mendirikan Indonesia dengan dasar kebhinekaan bukan sekadar buah dari pemikiran “Barat,” melainkan juga respon mutakhir terhadap kegagalan politik rezim Islamis di dunia Islam. Kesadaran semacam  itu tertuang dalam pelbagai tulisan Soekarno semisal Apa Sebab Turki Memisahkan Agama dari Negara, Memudahkan Pengertian Islam, Masyarakat Onta dan Masyarakat Kapal Udara, Islam Sontoloyo, dan seterusnya. 

Ketika banyak pihak mengusulkan Islam sebagai dasar negara, Soekarno memberi respon dengan mengajukan keberhasilan Mustafa Kemal Attaturk membangun Turki modern. Ia setuju dengan buku karangan Ali Abdul Raziq, al-Islam wa Ushul al-Hukm, yang menyatakan bahwa risalah Nabi Muhammad tidak mengandung petunjuk eksplisit mengenai pilihan ideologi politik yang harus dianut oleh umat Islam. Ia menyatakan bahwa pilihan Attaturk memisahkan agama dari negara bukan hanya tidak melanggar syariat Islam, melainkan juga adalah respon cerdas terhadap kemunduran dunia Islam saat itu. Di banyak tulisan lain, Soekarno mengurai sederet kemunduran itu.

Pandangan bahwa Soekarno lebih mengapresiasi corak keberislaman di Turki dibantah secara serius oleh Yudi Latif. Menurut Yudi, Soekarno justru lebih mengapresiasi Islam Mesir ketimbang Turki. Turki, menurut Yudi, telah begitu ceroboh melakukan privatisasi agama, yakni membuang agama ke langit ketujuh. Sementara yang diinginkan Soekarno bukanlah pemisahan agama dari negara melainkan bagaimana memperbaharuinya.

Kesimpulan Yudi Latif cukup terkonfirmasi dalam pelbagai bentuk keprihatinan Soekarno pada kemunduran Islam. Pelbagai kemunduran itu, oleh Soekarno, dinilai sebagai fakta sosial, bukan kondisi yang diidealkan oleh ajaran Islam sendiri.

Perkenalan Soekarno dengan tradisi pemikiran Islam, menurut Dawam, ditunjang oleh khazanah ilmu sosial yang telah pula ia serap dari Barat. Pandangan sosiologisnya dipengaruhi oleh materialisme historis Karl Marx, yang menjadi sangat kentara dalam buku Sarinah. Sementara pandangan agamanya dipengaruhi oleh Auguste Comte. 
Kombinasi pelbagai tradisi keilmuan ini membawa Soekarno pada dua pendirian mengenai Islam: liberal dan progresif. Pada ranah liberalisme, Soekarno menekankan tentang pentingnya wacana pembebasan dalam Islam. Ia menulis Memudakan Pengertian Islam di Panji Islam (1949). Tulisan ini merefleksikan penguasaan Soekarno mengenai Islam dalam hal gejala sosialnya. Soekarno mempelajari aneka corak keislaman di pelbagai wilayah: Mesir, Palestina, India, Turki, Arab Saudi, dan lain-lain. Dari situ kemudian Soekarno mengambil kesimpulan bahwa apa yang disebut sebagai Islam bukanlah entitas tunggal, melainkan beragam. Gejala pluralisme, menurut Soekarno, ada dalam Islam, baik untuk kalangan eksternal, maupun internal. 

Soekarno juga memandang bahwa Islam adalah ide progresif (idea of progress). Di sini, Soekarno menyimpulkan bahwa Islam yang tampak mundur dan tertatih-tatih untuk bangkit itu bukanlah sejatinya Islam.

Kemunduran Islam, bagi Soerkarno, terutama disebabkan keengganan sarjana-sarjana Muslim menggunakan perspektif pengetahuan modern (modern science) dalam pemikiran Islam. Ia mengusulkan kepada pesantren-pesantren untuk mengajarkan ilmu pengetahuan dalam tradisi Barat, di samping tradisi keilmuan Islam.

Semoga Bermanfaat ...
#Salam Perubahan, Menuju Kemajuan, Dengan Tujuan
#Salam Satu Jiwa, Tunjukkan Kita Pasti Bisa

Sabtu, 18 Desember 2021

Jihad Pesantren Berbasis Literasi Digital

Sudah saatnya kita semua harus turun tangan, bersentuhan langsung, dan blusukan di media sosial dengan bijak. Mau tidak mau kita harus melek literasi untuk menghadapi tantangan dan menciptakan peluang zaman di era digital. Dengan membiasakan diri semangat melakukan aktivitas membaca, menulis dan melakukan kajian-kajian ilmiah. Khususnya bagi para Kyai, Santri, dan masyarakat pesantren pada umumnya harus bangkit untuk menjemput bola perubahan tersebut. Sudah saatnya kita mewarnai media sosial dengan khazanah-khazanah Pesantren agar tidak tergerus perkembangan dan perubahan zaman. 

Dengan tetap kita tidak meninggalkan Konsep tawadlu yang menjadi citra rasa dan ruh kesakralnya pesantren. Dimana konsep ini yang sering kali dihembuskan–hembusksan di tengah pusaran era post-truth mesti harus adanya perbaikan makna yang berkemajuan. Konsep tawadlu di era media sosial itu adalah bukan dengan berdiam diri dan acuh tak acuh tentunya, melainkan bergegas melengkapi kekurangan dan mengoptimal potensi yang ada. Segala bidang keilmuan, tradisi dan aktivitas Pesantren harus kita dakwahkan di media sosial demi membangun relasi kebaikan kedepannya.

Ruas sumber daya Pesantren begitu melimpah ruah sebetulnya, oleh karena itu mengadakan pelatihan demi pelatihan bertajuk memanfaatkan media sosial untuk pembekalan para Kyai, Santri dan masyarakat Pesantren pada umumnya harus digalakkan. Pembekalan ini untuk membangun kemampuan para santri agar cakap dan cerdas dalam bermedia sosial kedepannya sebagai ruh jihad pesantren (sukses secara gemilang dalam berdakwah). Bahkan kurikulum yang ada di Pesantren harus segera diselaraskan dengan teknologi. Sebab tuntutan Pesantren di era post-truth ini harus bisa membuktikan eksistensinya akan selalu selaras dengan konteks perkembangan zaman dan tidak usang dimakan zaman.

Pesantren tidak boleh terkungkung kedalam sikap egoisme, acuh tak acuh bahkan menutup diri yang menyebabkan umat malah justru menaruh sikap tidak apresiatif. Sebaliknya segala bidang keilmuan dan segala macam literasi khas Pesantren harus disampaikan dengan cara-cara yang lebih efektif termasuk dengan ide-ide yang kreatif. Oleh karena itu kecakapan dalam public speaking sangat dibutuhkan untuk mengemas dakwah Pesantren agar menarik dan sesuai dengan tuntutan zamannya.
Demikian juga khususnya para santri sebagai calon pemimpin masa depan, agar tidak hanya menimba ilmu saja tanpa mempelajari metode atau strategi untuk menyampaikannya yakni public speaking. Untuk membangun citra rasa yang berkemajuan dan memenuhi tuntutan zaman.

Keberadan media sosial sangat membantu agar literasi berbasis Pesantren dapat menyebar dan terviralkan secara optimal. Tentunya selain Pesantren harus mengorbitkan para santrinya untuk berdakwah go public, mereka juga harus berbagi peran agar bermunculan videografer dan desain grafis yang berlatar belakang santri. Sehingga kehadiran Pesantren benar-benar menjadi juru damai Islam moderat di Indonesia dan dunia pada umumnya. Para dai Pesantren juga harus memahami psikologi dan etika dalam berdakwah, agar misi rahmatan lil’alamin dalam Islam betul-betul terbukti. Seruan-seruan dakwah yang keluar dari mulut para dai Pesantren harus disampaikan secara universal, komprehenship dan tetap mengedepankan nilai keadaban. serta, tidak terjebak saling mengolol-ngolok yang kebetulan bersebrangan, berbeda haluan dengan dirinya. Sebab dewasa ini kita sedang membutuhkan para juru dakwah yang membumi, yang dapat diterima oleh semua lapisan umat manapun, bahkan umat radikal sekalipun yang selama ini menjadi momok masyarakat di belahan dunia.

Semoga Bermanfaat & Menambah Berkah...

#Salam Perubahan, Menuju Kemajuan, Dengan Tujuan
#Salam Satu Jiwa, Buktikan Kita Pasti Bisa

Jumat, 17 Desember 2021

Bersyukur: Membebaskan Diri dari Insecure

Al-Quran menyebut kata syukur dan derivasinya sebanyak 75 kali, sebagai gambaran bahwa syukur merupakan hal yang penting dalam ajaran Islam. Ada 2 kata perintah syukur berbentuk mufrad dan ada 5 kata perintah bersyukur berbentuk jama’, yang artinya kita bersyukur atas apapun yang kita terima sebagai individu dan sebagai kolektif umat manusia.

Al-Quran merekam beberapa tokoh yang disebut sebagai sosok syakur atau orang yang banyak bersyukur. Dalam surah al-Isra ayat 3, Nabi Nuh disebut banyak bersyukur walaupun ratusan tahun berdakwah selalu mendapat cibiran dan hinaan (QS. Al- ‘Ankabut ayat 14 dan Nuh ayat 1-28). Nabi Dawud banyak bersyukur sebelum dan setelah dirinya menjadi raja (QS. Al-Baqarah ayat 251 dan Saba’ ayat 13). Nabi Ibrahim yang mendapat tentangan keras dalam berdakwah dari ayahnya sendiri dan sempat dihukum bakar oleh raja, juga mendapat label manusia yang banyak bersyukur (QS. Al-nahl ayat 120-123).

Kita bersyukur atas kemudahan hidup dan hambatan hidup yang membuat kita kuat. Kita bersyukur atas nikmat yang kita terima dan musibah yang menimpa yang membuat tersadar saat lalai. Kita bersyukur atas apa yang kita miliki dan tidak kita miliki. Kita bersyukur atas ampunan dan maaf dari Allah saat kita beristighfar dan bertaubat. Kita bersyukur atas surga yang dijanjikan kepada hamba-hamba Allah yang baik dan pandai bersyukur.

Setidaknya tiga kali Al-Quran bertanya mengapa manusia enggan bersyukur (QS. Yasin ayat 35 dan 73, Al-Waqi’ah ayat 70), dan dalam 9 ayat Al-Quran menyatakan bahwa hanya ada sedikit orang yang bersyukur (QS. Al-Baqarah ayat 243, Al-A’raf ayat 10 dan 17, Yunus ayat 60, Yusuf ayat 38, Al-Mukminun ayat 78, Al-Sajdah ayat 9, An-Naml ayat 73, dan Saba’ ayat 13). Mari kita evaluasi diri apakah kita termasuk orang-orang yang bersyukur.

Secara sederhana, syukur artinya menggunakan segala potensi diri untuk memeroleh keridhaan dan rasa senang dari pihak yang memberikan kenikmatan. Dengan lisan, kita ucapkan alhamdulillah dan terima kasih. Dengan anggota tubuh kita nampakkan gesture tubuh yang positif. Pemberian dan kenikmatan yang kita terima, kita gunakan dengan sebaik-baiknya. Ketika syukur kita tunaikan, maka kenikmatan akan terasa nikmat (QS. Al-Naml ayat 40 dan Luqman ayat 120), dan anugerah akan bertambah (QS. Ibrahim ayat 7).

Namun, tanpa syukur bisa jadi kenikmatan tidak terasa nikmat. Anugerah yang ada di tangan, bisa tidak nampak sebab pandangan kita tertuju kepada kenikmatan yang ada di tangan orang lain.

Salah satu dampak yang ada akibat dari tidak bersyukur adalah perasaan insecure. Nikmat tidak lagi terasa nikmat. Psikis dan mental akan diliputi perasaan galau dan penuh takut. Mengapa hal ini terjadi? Sebab kita tidak bisa terhubung dengan Allah akibat lalai bersyukur. Kita repot memikirkan masalah yang besar, padahal kekuasaan Allah jauh lebih besar. Kita bingung menghadapi banyaknya masalah, padahal Allah memiliki jalan keluar yang tidak terbatas. Bisa jadi kita lupa bahwa Allah selalu ada dan bisa ditemui siapapun, kapanpun, dan di manapun. Namun kita lalai akan semua ini, sebab kita lalai bersyukur kepada-Nya.

Insecure sebagai akibat dari lupa syukur dalam bahasa Al-Quran disebut khawf dan huzn. Khawf bisa dimaknai perasaan takut terhadap apa yang akan terjadi di masa yang akan datang, sementara huzn adalah kesedihan dan penyesalan terhadap apa yang sudah terjadi di masa lampau. Al-Quran menyebut kata khawf dan derivasinya sebanyak 124 kali, serta menyebut kata huzn dan derivasinya sebanyak 42 kali. Ini menunjukkan bahwa khawf dan huzn merupakan hal penting yang harus disikapi oleh manusia.

Walaupun keduanya merupakan sifat kodrati yang pasti dimiliki oleh tiap orang, namun jika tidak dikelola dengan baik kedua sifat ini bisa meniadakan kebahagiaan kita. Al-Quran menyebut “la khawf ‘alayhim wa la hum yahzanun” yang artinya mereka tidak akan khawf dan huzn sebanyak 5 kali. Al-Quran memberikan pedoman untuk selamat dari dua sifat ini berupa iman dan amal shaleh (QS. Al-Maidah ayat 69), taat aturan (QS. Al-Baqarah ayat 83), proaktif untuk memperbaiki diri dan orang lain (QS. Al-An’am ayat 48), takwa (QS. Al-A’raf ayat 35), dan istiqamah (QS. Al-Ahqaf ayat 13).

Semoga Bermanfaat & Menambah Berkah...

#Salam Perubahan, Menuju Kemajuan, Dengan Tujuan ...
#Salam Satu Jiwa, Buktikan Kita Pasti Bisa ...

Kamis, 16 Desember 2021

Antara Pondok Pesantren & Boarding School

Menjamurnya Fenomena di masyarakat akan keberadaan orang-orang berduit tanpa latar belakang keilmuan agama yang memadai bahkan tanpa sama sekali, mendirikan pondok pesantren dengan ustadz yang mengajar hasil outsourcing adalah awal suatu bencana yang tergulirkan.

Dalam rekam jejak sejarahnya muslim Nusantara, mendirikan pondok pesantren itu adalah sesuatu yang sakral, selain mempunyai ilmu keagamaan mumpuni yang dibuktikan dengan kemampuan membaca, memahami, mengartikulasikan kitab dari level dasar sampai tinggi  bidang, fikih misalnya safinah sampai Muhadzab, iqna, Fathul wahab, nahwu dari jurumiah sampai alfiyah, lengkap dengan perdebatan madzhab-madzhabnya, mahir dalam 12 disipilin ilmu dari level bawah sampai atas. Dan, juga harus ditunjang dengan daya kemampuan spiritualitas yang tinggi sebagai dasar pijakan mengarungi medan dakwah yang terjal. 

Seandainya Karena kemampuan ilmu keagamaan saja belum cukup, mau mendirikan pondok pesantren akan cangguh. Lain ceritanya memang adakalanya membuka pondok pesantren atas saran, dorongan atau titah dari sang guru, atau bahkan bertirakat, mujahadah terlebih dahulu ketika mau mendirikan dengan harapan di kemudian hari akan membawa kebaikan bukan malah sebaliknya. Dari rekam jejaknya sejarah muslim nusantara ini, dahulu kyai membangun pondok pesantren karena faktor kebutuhan, diawali ngaji dulu dengan fasilitas seadanya, bermula dari musolla atau langgar, masjid, ketika santri makin hari makin banyak baru membuat asrama dengan berbagai kelengkapannya. Kebalikannya sekarang orang-orang berduit tanpa latar belakang keilmuan agama sama sekali mendirikan pondok pesantren dengan ustadz yang mengajar hasil outsourcing sebagai pilihan alternatifnya, ini adalah awal suatu bencana tergulirkan.

Dalam konteks sejarah peradaban Islam atau pendidikan Islam, jika ditelusuri lebih jauh seperti itu, maka akan menemukan istilah madrasah Kufah, bagdad, Madinah, Mekah d.s.t. Bahkan di Indonesia sendiri pesantren besar juga bermula seperti itu, sebut saja pondok pesantren Mojosari Nganjuk asuhan KH. Zainuddin Mojosari yang masyhur itu, pondok pesantren Lirboyo asuhan KH. Anwar Manshur, pondok pesantren Sidogiri asuhan KH. Ahmad Fuad Noerhasan, pondok pesantren Langitan asuhan KH. Ubaidilah Faqih, pondok pesantren Ploso asuhan KH. Muhammad Abdurrahman Al-Kautsar, bahkan pondok pesantren Gontor asuhan KH. Hasan Abdullah sahal, meskipun yang terakhir ini mempunyai orientasi dan kurikulum yang berbeda secara signifikan dengan nama pesantren tersebut di atas. Tapi secara umum sama, ngaji dulu, santri semakin tambah banyak, baru berinisiatif membangun asrama dengan berbagai kelengkapannya.

Dan lebih cocoknya bagi orang-orang yang berduit tanpa latar belakang keilmuan agama sama sekali tidak harus bangun pesantren, cukup bangun boarding school, sekolah terpadu, atau istilah sejenis. Ini berbeda dengan pondok pesantren yang mensyaratkan bisa mengkaji varian kitab kuning, punya sanad keilmuan yang jelas dan tidak profit oriented tentunya. 

Dalam rekam sejarah berdirinya pondok pesantren itu tidak profit oriented, atau lembaga nirlaba, tidak mencari keuntungan, seperti Rumah sakit. Tapi sekarang, pondok pesantren-pondok pesantren yang baru berdiri (dalam tanda kutip) atau diwariskan ke generasi berikutnya sudah berorientasi pada relasi nilai keuntungan. 

Pesan moralnya bangun pondok pesantren itu biar lebih ikhlas dan benar-benar istiqamah untuk kemaslakhatan umat harus siap hidup sederhana pendirinya, atau kyainya minimal harus kaya dulu sebelum bangun pondok pesantren, supaya tidak menjadikan pondok pesantren sebagai tempat peternakan santri (lahan bisnis mencari keuntungan yang kemudian hari bisa terwariskan). 

Harapan besarnya, bagi pemerintah seharusnya membuat regulasi ketentuan pondok pesantren dan jenis pendidikan asrama lainnya seperti boarding school atau sejenisnya dengan tegas. Sebelum diberi ijin pendiriannya harus ada tes psikologi, dan rumah tangganya di scrining, kalau misalkan tidak harmonis, tidak perlu diloloskan ijinnya demi kebaikan atau terjadinya malpraktik di kemudian hari. Seperti yang terjadi di kota Bandung kemaren. 

Imbasnya kasus yang terjadi kemaren sebenarnya malpraktik dari boarding school, namun lembaga pendidikan seperti itu di pemberitakan disebut pondok pesantren. Itu jelas berimbas secara langsung pada pondok pesantren dengan kualifikasi tinggi dan punya sejarah yang lama dan rekam jejak yang panjang. Akibatnya banyak keluarga mengurungkan niat mengirim anak atau anggota keluarga mereka ke pondok pesantren karena khawatir terjadi peristiwa seperti itu terulang dan terjadi pada keluarganya.  Padahal itu sekali lagi perlu ditegaskan kembali, terjadinya peristiwa itu bukan di pondok pesantren melainkan di boarding school atau sekolah berbasis agama. 

Alhamdulillah dengan terbongkarnya kasus tersebut menteri agama, Yaqut Cholil Qoumas mengambil suatu langkah kebijakan akan memperketat pemberian izin untuk pendirian boarding school atau sekolah berbasis agama, segalah aktivitasnya terpantau dengan baik.

Semoga Bermanfaat & Menambah Barokah …

#Salam Perubahan, Menuju Kemajuan, Dengan Tujuan
#Salam Satu Jiwa, Tunjukkan Kita Pasti Bisa

Rabu, 15 Desember 2021

Manusia & Digital Culture

Sebagaimana yang disampaikan oleh Presiden Joko Widodo, “Literasi digital adalah kerja besar. Pemerintah tidak bisa bekerja sendirian. Perlu mendapatkan dukungan seluruh komponen bangsa agar semakin banyak masyarakat yang melek digital.” Ia juga memberikan apresiasi pada seluruh pihak yang terlibat dalam Program Literasi Digital Nasional. “Saya harap gerakan ini menggelinding dan terus membesar, bisa mendorong berbagai inisiatif di tempat lain, melakukan kerja-kerja konkrit di tengah masyarakat agar makin cakap memanfaatkan internet untuk kegiatan edukatif dan produktif,” ujar Presiden Joko Widodo.

Perlu diketahui bersama, terbentuknya peradaban baru dalam kehidupan manusia berbasis teknologi digital, yang cukup familiar dengan sebutan budaya digital (digital culture) adalah tuntutan semangat zaman. Dimana budaya digital ini menjadi ciri khas tersendiri dalam ruang kehidupan & aktivitas manusia dalam rangka memenuhi tuntutan semangat zaman, mulai dari belanja online, melakukan pembayaran digital, pendidikan online hingga WFH (work from home) d.s.t.

Ruas rekam jejak Digital culture ini sebagai gagasan yang bersumber penggunaan teknologi & internet, membentuk cara masyarakat berinteraksi, berperilaku, berpikir & berkomunikasi sebagai manusia dalam lingkungan masyarakat pada umumnya. 

Budaya digital merupakan hasil olah pikir, kreasi dan cipta karya manusia berbasis teknologi internet. Perkembangan budaya digital sangat ditentukan oleh penguasaan terhadap ilmu pengentahuan dan teknologi. Disini manusia memegang peranan penting sebagai aktor perubahan budaya di era digital.

Masyarakat digital lebih senang untuk mencari sendiri konten atau informasi yang diinginkan. Seiring maraknya aktivitas digital yang dilakukan masyarakat, mengharuskan masyarakat itu sendiri untuk peduli dalam memproteksi perangkat digital yang dimiliki. Memang selain membantu memudahkan pekerjaan di dunia kerja, mencari hiburan, hingga transaksi secara daring, aktivitas digital tersebut juga rawan incaran kejahatan, salah satunya adalah peretasan.

Dalam konteks ini masyarakat juga perlu hati-hati dalam menyikapi kejahatan, & perlu juga mengenal istilah-istilah kerennya. Diantaranya ada istilah Phising yaitu upaya untuk mendapatkan informasi data seseorang dengan teknik pengelabuan. Biasanya, pelaku phising mengincar data pribadi (nama, usia, alamat), data akun (username dan password), dan data finansial (informasi kartu kredit, rekening). Kemudian ada istilah scam, yaitu segala bentuk tindakan yang sudah direncanakan secara matang dengan tujuan untuk mendapatkan uang dengan cara menipu atau melakukan tindak kebohongan kepada masyarakat.

Sebagai pelengkap uraian penjelasan di atas, masyarakat juga perlu tahu terkait barometer yang harus diperhatikan jika ingin mencari berita atau informasi di dunia digital, agar tidak mudah termakan hoaks atau berita palsu. Memang pada umumnya berita di media digital ada sumber & ada referensinya, selain itu biasanya terkait kontroversi ada prinsip cover both side yang memiliki kode etik sebagai jurnalis.

Ini tentunya sangat berbeda dengan media sosial seperti Twitter ada manipulasi dengan menyembunyinkan identitas dimana masyarakat tidak tahu sumbernya dari mana ini yang kemudian menyebar menjadi hoax. Perbedaan ini saling mengait apa yang viral di medsos mempunyai pengaruh kepada dunia digital. Cara membedakannya kembali lagi pada masyarakat itu sendiri yang harus cermat sebelum masyarakat memutuskan untuk menge-share to the public.

Semoga Bermanfaat & Menambah Berkah ….

#Salam Perubahan, Menuju Kemajuan, Dengan Tujuan
#Salam Satu Jiwa, Buktikan Kita Pasti Bisa

Senin, 13 Desember 2021

Perguruan Tinggi Berbasis Riset

Keberadaan perguruan tinggi di era pesatnya perkembangan teknologi informasi, komunikasi, dan transportasi yang sangat cepat saat ini adalah harus bisa memberikan angin perubahan & menjajikan bagi masyarakat secara umum. Oleh karena itu peralihan perguruan tinggi masa depan harus dilakukan dari pengajaran (teaching university) menjadi perguruan tinggi riset (research university) adalah suatu keniscayaan.  Kewajiban riset perguruan tinggi seharusnya tidak sebatas memenuhi tuntutan menjadi tulisan yang dimuat di jurnal nasional maupun internasional, tidak pula hanya menjadi suatu contoh produk tertentu akan tetapi harus menjadi produk massal yang bisa dinikmati masyarakat secara umum & langsung bisa dinikmati. 

Terdapat beberapa syarat yang harus dimiliki & dipenuhi oleh perguruan tinggi untuk bisa menuju research university antara lain pengajar yang berkualifikasi tinggi, hasil penelitian yang terpercaya keasliannya, kualitas proses belajar & mengajar mengikuti perkembangan zaman, tingginya tingkat partisipasi pendanaan pemerintah & non jalur pemerintah, mahasiswanya memiliki bakat & terstandar internasional, adanya kebebasan akademis, terumusnya struktur pengelolaan otonomi kampus secara tepat & berdaya guna, kelengkapan fasilitas belajar & mengajar serta penelitian, bahkan harus tersedia fasilitas penunjang keseharian mahasiswa di lingkungan perguruan tinggi tanpa ada kekurangan sesuatu apapun. 

Sebagai referensi tambahannya untuk memahami dasar-dasar dan kondisi pada universitas riset, bahwa superioritas lembaga-lembaga ini dapat dilihat dari lulusannya terserap di pasar kerja, kecanggihan dibidang penelitian, model & strategi transfer ilmu pengetahuan & teknologi yang dilakukan secara dinamis. Bahkan terdapat adanya hubungan yang saling melengkapi (simbiosis mutualisme) diantaranya tingginya pemusatan bakat baik pengajar & mahasiswanya, tersedianya sumber daya untuk memperkaya lingkungan belajar & mendukung penelitian yang canggih untuk menjawab tantangan zaman, dukungan dari pemerintah untuk menghadirkan iklim kepemimpinan kaya visi, strategi, inovasi & fleksibilitas untuk menciptakan peluang zaman.

Fenomena di seluruh belahan dunia saat ini salah satunya membangun universitas riset di negara-negara yang sebelumnya tidak memiliki atau meningkatkan universitas yang sudah ada untuk menjadi universitas riset. Untuk dapat berpartisipasi secara penuh ke dalam interdisiplin keilmuan & pengetahuan, memperoleh manfaat dari sains dan kemahasiswaan, negara dan komunitas akademis percaya bahwa mereka harus memiliki setidaknya satu universitas riset yang mampu berfungsi dalam tingkatan kelas dunia untuk menjawab tantangan & menciptakan peluang zaman yang berkemajuan. Harapan besarnya, universitas riset tetap merupakan elemen pusat dalam setiap pendidikan tinggi dan merupakan kebutuhan utama bagi sebagian besar untuk pengembangan interdisiplin keilmuan. Perguruan tinggi riset akan membawa Indonesia memiliki kedaulatan teknologi melalui berbagai varian inovasi. 

Start terpentingnya sekarang adalah adanya keinginan perguruan tinggi di Indonesia untuk terus mengembangkan diri menjadi universitas riset. Ini tentunya merupakan sebuah perjalanan panjang dalam sebuah pengembangan kedepannya yang mengharuskan terfokus pada peningkatan kualitas pendidikan, penelitian dan pelayanan kepada masyarakat secara luas.

Semoga Bermanfaat & Menambah Barokah ...

#Salam Perubahan, Menuju Kemajuan, Dengan Tujuan
#Salam Satu Jiwa, Buktikan Kita Pasti Bisa

Dakwah & Semangat Zaman

Kehadiran era 4.0/5.0 sangat mempengaruhi peta dakwah di masyarakat secara luas, baik pilihan strategi maupun program yang diusungnya. 

Tantangan & peluang dakwah di era ini adalah suatu keniscayaan yang tidak bisa hindari, turut serta mewarnai perkembangan masyarakat ke arah yang berkemajuan. Keberadaan dakwah di era ini bisa terlaksana dengan baik tentunya didukung dengan sikap keilmiahan sang penceramah (jujur, terbuka, toleransi, optimis, berani & kreatif).

Sikap ilmiah tersebut patut dimiliki sang penceramah untuk membidik sasaran terutama generasi milenial,  yaitu sebutan untuk generasi yang lahir rentang tahun 1980 hingga saat ini, dimana mereka lahir pada arus revolusi teknologi informasi yang jumlahnya cukup besar & sangat mempengaruhi perkembangan masyarakat.

Oleh karena itu dibutuhkan strategi yang jitu mulai dengan membangun kesadaran beragama berbasis studi interdisipliner, menguasai peta konsep dakwah & berkarya menciptakan varian dakwah bil Medsos.

Varian dakwah bil  Medsos adalah suatu kebutuhan menjawab tantangan & menciptakan peluang jaman, bahkan dalam konteksnya era 4.0/5.0 adalah untuk kesempurnaan dakwah yang rahmatal lil ‘alamin.

Landasan dakwah bil medsos  tetap berdasarkan kaidah ushul fiqih, lil wasa’il hukmul maqashid (hukum asli yang telah ditetapkan). Hanya saja pelaksanaannya di lapangan mengikuti perkembangan semangat zaman, sebagai upaya penyikapan memenuhi target sasaran.

Tantangan dakwah di era 4/5.0 ini, menuntut penceramah menyesuaikan diri diantaranya harus menggunakan bahasa agama yang sesuai dengan generasi milenial & tidak melanggar norma, menggunakan referensi yang valid (hindari kalimat, "katanya ....), selalu menggunakan dalil agama yang sahih, berhati-hati & meminimalisir adanya kesalahan,  penguasaan sumber rujukan yang komprehensif (sebab generasi milenial suka mengecek referensi di search engine), menjaga Konsistensi diri mulai dari tulisan, ucapan & tindakan, menguasai aplikasi chek fakta untuk kesempurnaan penyampain materi dakwah. 

Semoga Bermanfaat & Menambah Barokah ...

_______
Dr. Heru Siswanto, M.Pd.I
(Dosen PAI-Berbasis Studi Interdisipliner, Konsultan & Praktisi Balai Peduli Pendidikan Indonesia)

#Salam Perubahan, Menuju Kemajuan, Dengan Tujuan
#Salam Satu Jiwa, Tunjukkan Kita Pasti Bisa