Sudah saatnya kita semua harus turun tangan, bersentuhan langsung, dan blusukan di media sosial dengan bijak. Mau tidak mau kita harus melek literasi untuk menghadapi tantangan dan menciptakan peluang zaman di era digital. Dengan membiasakan diri semangat melakukan aktivitas membaca, menulis dan melakukan kajian-kajian ilmiah. Khususnya bagi para Kyai, Santri, dan masyarakat pesantren pada umumnya harus bangkit untuk menjemput bola perubahan tersebut. Sudah saatnya kita mewarnai media sosial dengan khazanah-khazanah Pesantren agar tidak tergerus perkembangan dan perubahan zaman.
Dengan tetap kita tidak meninggalkan Konsep tawadlu yang menjadi citra rasa dan ruh kesakralnya pesantren. Dimana konsep ini yang sering kali dihembuskan–hembusksan di tengah pusaran era post-truth mesti harus adanya perbaikan makna yang berkemajuan. Konsep tawadlu di era media sosial itu adalah bukan dengan berdiam diri dan acuh tak acuh tentunya, melainkan bergegas melengkapi kekurangan dan mengoptimal potensi yang ada. Segala bidang keilmuan, tradisi dan aktivitas Pesantren harus kita dakwahkan di media sosial demi membangun relasi kebaikan kedepannya.
Ruas sumber daya Pesantren begitu melimpah ruah sebetulnya, oleh karena itu mengadakan pelatihan demi pelatihan bertajuk memanfaatkan media sosial untuk pembekalan para Kyai, Santri dan masyarakat Pesantren pada umumnya harus digalakkan. Pembekalan ini untuk membangun kemampuan para santri agar cakap dan cerdas dalam bermedia sosial kedepannya sebagai ruh jihad pesantren (sukses secara gemilang dalam berdakwah). Bahkan kurikulum yang ada di Pesantren harus segera diselaraskan dengan teknologi. Sebab tuntutan Pesantren di era post-truth ini harus bisa membuktikan eksistensinya akan selalu selaras dengan konteks perkembangan zaman dan tidak usang dimakan zaman.
Pesantren tidak boleh terkungkung kedalam sikap egoisme, acuh tak acuh bahkan menutup diri yang menyebabkan umat malah justru menaruh sikap tidak apresiatif. Sebaliknya segala bidang keilmuan dan segala macam literasi khas Pesantren harus disampaikan dengan cara-cara yang lebih efektif termasuk dengan ide-ide yang kreatif. Oleh karena itu kecakapan dalam public speaking sangat dibutuhkan untuk mengemas dakwah Pesantren agar menarik dan sesuai dengan tuntutan zamannya.
Demikian juga khususnya para santri sebagai calon pemimpin masa depan, agar tidak hanya menimba ilmu saja tanpa mempelajari metode atau strategi untuk menyampaikannya yakni public speaking. Untuk membangun citra rasa yang berkemajuan dan memenuhi tuntutan zaman.
Keberadan media sosial sangat membantu agar literasi berbasis Pesantren dapat menyebar dan terviralkan secara optimal. Tentunya selain Pesantren harus mengorbitkan para santrinya untuk berdakwah go public, mereka juga harus berbagi peran agar bermunculan videografer dan desain grafis yang berlatar belakang santri. Sehingga kehadiran Pesantren benar-benar menjadi juru damai Islam moderat di Indonesia dan dunia pada umumnya. Para dai Pesantren juga harus memahami psikologi dan etika dalam berdakwah, agar misi rahmatan lil’alamin dalam Islam betul-betul terbukti. Seruan-seruan dakwah yang keluar dari mulut para dai Pesantren harus disampaikan secara universal, komprehenship dan tetap mengedepankan nilai keadaban. serta, tidak terjebak saling mengolol-ngolok yang kebetulan bersebrangan, berbeda haluan dengan dirinya. Sebab dewasa ini kita sedang membutuhkan para juru dakwah yang membumi, yang dapat diterima oleh semua lapisan umat manapun, bahkan umat radikal sekalipun yang selama ini menjadi momok masyarakat di belahan dunia.
Semoga Bermanfaat & Menambah Berkah...
#Salam Perubahan, Menuju Kemajuan, Dengan Tujuan
#Salam Satu Jiwa, Buktikan Kita Pasti Bisa
Tidak ada komentar:
Posting Komentar