Baik buruknya suatu kejadian, semuanya berangkat dari pikiran, yang akan mempengaruhi ucapan & tindakan yang akan berakibat pada sendi kehidupan di masayarakat menjadi lebih baik atau sebaliknya.
Sama artinya dalam hal ini, berawal dari berpola pikir instan sebenarnya sangat berbahaya & akan merusak sendi kehidupan. kita bisa melihat secara seksama, banyak lulusan yang tidak kompeten dalam bidangnya. Berakhir dengan munculnya mafia yang hanya berorientasi pada hasil & kepentingan sesaat serta hilanglah apresiasi akan kerja keras keras, kerja cerdas, kerja tuntas, jujur dalam segala aktifitasnya.
Terjadinya Kerusakan di suatu aspek kehidupan bermasyarakat dikarenakan banyak orang yang tidak ahli di bidangnya turut berperan & bertanggungjawab atas segala urusan-urusan yang penting di masyarakat.
Sebagian contoh kecil dalam masyarakat pada umumnya, kecelakaan & kemacetan terjadi rata-rata karena berawal dari tidak tertib berlalu lintas di jalan raya (ini salah-satu penyebabnya akibat dari mengurus SIM secara instan), banyaknya orang kaya baru (OKB) bermunculan yang di kemudian hari terpaksa masuk sel tahanan karena melakukan tindak kejahatan (kolusi, korupsi, nepotisme), deret pengangguran dengan berbagai latar belakang semakin bertambah akibat tidak memiliki kompetensi yang memadai untuk menjawab tantangan zamannya.
Lalu jika ada seorang pelajar yang berorientasi pada proses, maka tidak akan terlalu bersedih bila mendapatkan nilai buruk (dibawah standar mutu) karena ia tahu bahwa pencapaiannya hanyalah bagian (bukan keseluruhan) dari matrikulasi menuju menjadi orang sukses di masyarakat. Sungguh kita tidak pernah melihat, bahkan adanya satu kasuspun, seorang yang mengikuti proses panjang dengan benar, tidak akan berhasil. Ini sebetulnya hanya masalah waktu yang tepat untuk menjadi sukses. Seorang yang jujur dalam bekerja (dengan kerja keras, kerja cerdas & kerja tuntasnya), meskipun tidak pandai akan dicari dimana-mana. Mental seperti itulah yang dibutuhkan Indonesia saat ini.
Dalam konteksnya ini, perlu adanya perubahan pola pikir atau mindset dalam mendidik generasi penerus & pengembang bangsa kita saat ini menuju Indonesia yang berkemajuan. Untuk itu mari kita malai dari suatu hal yang kecil, sederhana, mengikuti tata tertib atau aturan yang ada, belajar dengan jujur, tidak segan-segan sekali waktu bertanya kepada anak-anak kita (apa yang kamu pelajari hari ini, ketimbang bagaimana nilai ujianmu hari ini).
Berangkat dari studi kasus, suatu tindakan irrasionalitas McDonaldisasi telah mengubah wajah pendidikan kita saat ini. McDonaldisasi yang bermula dari sesuatu yang rasional yakni otonomi pendidikan, kini berakhir dengan irrasionalitas seperti dehumanisasi, dan kemerosotan kualitas pendidikan. Lembaga pendidikan yang seharusnya berfungsi untuk menciptakan lulusan yang berkualitas, kini hanya berpikir bagaimana menambah kuota peserta didik dan jumlah lulusannya. Berbagai penyelenggara pendidikan baik negeri maupun swasta berlomba-lomba membuka cabang baru demi mengantisipasi semakin banyaknya masyarakat yang ingin bersekolah atau kuliah.
Bahkan terkadang tingginya animo masyarakat atas pendidikan, dimanfaatkan oknum sekolah atau kampus untuk menambah pundi-pundi kas dengan cara mematok biaya pendidikan yang begitu mahal.
Ironisnya, kemegahan bangunan sekolah maupun universitas tidak dibarengi dengan upaya penyelenggara pendidikan untuk menciptakan lulusan yang berdaya saing. Tidak sebanding pula dengan upaya menyiapkan lowongan pekerjaan bagi lulusannya.
Pada akhirnya lembaga pendidikan memiliki andil besar sebagai "pabrik penghasil pengangguran" di negeri ini. Di samping itu pendidikan yang seyogyanya diselenggarakan untuk meningkatkan nilai jual dimana orang-orang yang berpendidikan tinggi dibayar lebih mahal dibandingkan yang tidak sekolah. Dalam banyak kasus para lulusan justru kebanyakan bekerja sebagai buruh industri yang diupah murah.
Ironisnya lagi, akibat generalisasi skill yang dimiliki banyak lulusan sekolah atau perguruan tinggi membuat para tenaga kerja tidak dapat menolak upah rendah tersebut. Karena kalau menolak, pemilik modal bisa dengan mudah menemukan orang lain yang punya kemampuan sama. Ini adalah sebuah potret buram yang mencekam bagi generasi penerus & pengembang kita pada umumnya.
Titik point pentingnya semua permasalahan bermuara pada satu hal yaitu pendidikan yang bermental instan. Menjadi tugas kita bersama untuk mendidik diri kita sendiri, termasuk mendidik generasi penerus & pengembang kita agar berusaha menghindari penyakit serba instan. Sebab lantaran penyakit inilah bangsa kita saat ini jalan di tempat (negara maju) belum bisa selangkah lebih maju menjadi negara berkembang.
#Semoga Bermanfaat & Menambah Berkah ...
#Salam Perubahan, Menuju Kemajuan, Dengan Tujuan ...
#Salam Satu Jiwa, Buktikan Kita Pasti Bisa ...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar