Senin, 31 Januari 2022

Perencanaan Program, Unsur dan Prinsip Manajemen

Untuk membangun manajemen yang baik dalam suatu organisasi. Perlu kita ketahui bersama terlebih dahulu mulai dari unsur-unsur manajemen antara lain man (pelaksana yang handal dan terampil), money (keuangan), machines (perlengkapan sebagai alat bekerja), methods (cara atau metode), materials (sarana atau prasarana), markets (pemasaran atau pemasyarakatan dan pemberdayaan). 

Termasuk juga perlu kita ketahui prinsip-prinsip manajemen meliputi pembagian tugas yang seimbang, pemberian wewenang dan rasa tanggung jawab yang tegas dan jelas, kesatuan perintah dan kesatuan arah, mendahulukan kepentingan lembaga dan unit dari dari pada kepentingan pribadi, soliditas dan solidaritas, tata tertib.

Sebab terbentuknya perencanaan program dengan baik dalam suatu organisasi merupakan kesatuan dari unsur dan prinsip dalam sistem manajemen. Dengan besar harapan ke depannya, organisasi tersebut bisa membawa perubahan berkemajuan menuju kemandirian secara seksama. 

Hal ini dimaksudkan tidak lain agar perencanaan program tersebut senantiasa konsisten, sejalan dan selaras dengan kebijakan perencanaan program dari pimpinan pusat. Dan tentunya, tetap mengacu pada perencanaan program berskala besar dari pimpinan pusat tersebut terjalin keterkaitan perencanaan yang berkesinambungan serta berkelanjutan menuju pimpinan Wilayah, Cabang, Wakil Cabang d.s.t.

Sehubungan dengan hal tersebut, perlu kiranya menyusun sebuah dokumen rencana strategis (Renstra) sebagai dasar untuk mengembangkan program dan kegiatan di berbagai bidang yang sudah ada.

Oleh karena itu melalui wakil cabang misalnya, dipandang perlu menyelenggarakan rapat koordinasi sinkronisasi program Kegiatan tersebut.

Sehingga kemudian diharapkan upaya menuju pelayanan publik yang optimal di berbagai bidang yang sudah ada dapat terealisasi serta bersinergi secara bersama – sama. 

Adapun maksud dan tujuan pelaksanaan rapat koordinasi sinkronisasi program Kegiatan tersebut antara lain untuk mengetahui arah kebijakan dan strategi yang ditempuh wakil cabang dalam rangka penyusunan rencana strategis (Renstra). Untuk menyatukan langkah pengembangan program kegiatan  antara pimpinan pusat, Wilayah, Cabang, wakil cabang d.s.t.

Termasuk untuk menjalin sinergisitas antara pimpinan pusat, wilayah, Cabang, Wakil cabang d.s.t. menuju kemajuan dan kemandirian secara seksama.

#Semoga Bermanfaat, Dan Menambah Berkah ...
#Salam Perubahan, Menuju Kemajuan, Dengan Tujuan ...
#Salam Satu Jiwa, Buktikan Kita Pasti Bisa ...

Kamis, 27 Januari 2022

Siapakah Sufi Itu?

Dari berbagai sumber referensi kajian Pendidikan Agama Islam Berbasis Studi Interdisipliner (PAI-BSI) terkait definisi sufi, sebetulnya tak ada definisi yang bersifat mengikat tentang istilah tersebut. (Baca PAI & Sufisme) 

Secara umum dari sumber referensi yang sering dipakai para penikmat kajian tasawuf, perlu kiranya kita mengambil contoh definisi dari salah satu maha guru tasawuf ternama dan cukup mewarnai sufisme di zamannya yaitu Maulana Rumi. Beliau memiliki definisi,  Sufi adalah seseorang yang hatinya bersama Tuhan sedangkan tubuhnya sibuk melayani ciptaan Ilahi. (Baca Mistisisme Dalam Islam)

Lebih detailnya definisi menurut Maulana Rumi ini, selain memiliki pesan makna lebih indah, juga menekankan aspek kemanusiaan. Sehingga dalam perjalanannya Sufi ini membawa misi menjaga keseimbangan dalam hidup & kehidupan mendatang. (Baca Sufi & Sejarahnya)

Sederhananya dalam hal ini, selain dekat dengan Tuhan, juga tak pernah melupakan tugas kemanusiaannya. Saling menghargai, memahami, menyayangi, tolong-menolong antar sesama d.s.t

Sebagai penguat, pengokoh dan penyemangat jiwa menuju hal tersebut. Maulana Rumi pernah memberikan untaian sajak "catatan sufi, bukan kecerdasan kata, tapi hati yang jernih, bagai salju. Ilmuan lahir dari perjuangan pena, Sufi lahir dari perjuangan melangkah." (Baca Sajak-Sajak Sufi)

Namun perlu kita perhatikan secara seksama dalam konteksnya di lapangan,  tak mudah berada di dalam dua kondisi kesadaran secara bersamaan ini, bersama Tuhan sekaligus bersama makhluk. Butuh waktu penyelarasan untuk belajar, bekerja, berjuang sekeras tenaga. (Baca Perjalanan Sufi Sejati)

Mengistiqomahkan pada lajur hati selalu bersama dengan Tuhan, sedangkan tubuh sibuk melayani makhluk. Termasuk dalam hal ini juga, hati sibuk berzikir dan pada saat yang bersamaan lidah sibuk berucap sesuatu. Ini sungguh berat rasanya untuk menjalaninya. Namun dengan penataan niat sejak dini, adanya ilmu yang memadai, semangat juang yang membara rintangan-rintangan tersebut tak ada artinya bagi kita. (Baca Iman, Ilmu, Amal & Akhlak)

Ini perlu adanya latihan khusus secara terus menerus dalam keheningan dan kesunyian diri sehingga keramaian tak lagi mempengaruhi jiwanya. Untuk melakukan hal yang menyimpang dari niat awal menjadi seorang Sufi yang sejati. 

Tujuan akhirnya, agar apa yang tersembunyi di dalam batin menjelma di seluruh aktivitas gerak-gerik kita. Baik dalam konteks hablumminallah, hablum minannas, hablum minal alam. Inilah hakikat manusia Tauhid. Dimana keberadaannya selalu didambakan, baik penduduk bumi umumnya maupun penduduk langit wafil khususnya. (Baca Para Hamba Pencari Tuhan) 

Rangkaian dari lantunan zikir yang terus menerus berkumandang di dalam hatinya, tidak terlalaikan oleh gemerlap keindahan yang ada di luar sana. Justru sebaliknya, zikir yang tersembunyi di dalam batin diri, memberi dampak positif terhadap orang lain. Menjadikan orang yang dekat, bertemu, komunikasi langsung dengan dirinya merasa adanya sensasi yang susah diucapkan dengan bahasa lisan. (Baca Kedekatan Tuhan & Hambanya)

Pembawaan pada umumnya, orang-orang yang ada di sekitarnya merasakan ketenangan, kedamaian, dan kesejukan saat berada di dekatnya. Timbal baliknya bisa jadi keberadaannya di kemudian hari selalu dicari orang-orang untuk berharap mendapatkan berkah darinya.

#Semoga Bermanfaat & Menambah Berkah ...
#Salam Perubahan, Menuju Kemajuan, Dengan Tujuan ... 
#Salam Satu Jiwa, Buktikan Kita Pasti Bisa ...

Rabu, 26 Januari 2022

Ngus-tadz Karbitan

Suatu kewajiban bagi kita bersama adalah belajar agama dengan cara yang baik dan menggunakan jalan yang benar agar hasilnya maksimal tidak sebatas ucapan dalam rangkaian kata-kata. Atau, dalam bahasa sindiran Sang Penyair biar hasilnya tidak bagai bunga tak jadi berkembang dengan semestinya.

Apabila kita diberi kesempatan mengikuti suatu majlis ilmu, kemudian kita menemukan Ngus-tadz karbitan sebagai pengisi atau pemateri majlis tersebut mulai berani mengatakan dengan lenggangnya "bahwa kita tidak perlu mengikuti Imam Mazhab." Maka seharusnya bagi kita juga  mengingatkan kembali kepada beliaunya tentang pentingnya sifat kerendahan hati sebagaimana yang dicontohkan Ulama-Ulama besar Nusantara di zamannya. Dalam hal ini seperti yang dicontohkan Imam Nawawi, dan bahkan bila perlu kita harus lebih rendah hati lagi dari Imam Nawawi. Karena kita sebetulnya tidak sebanding dengan beliaunya baik dalam sikap, tindakan, karya yang dihasilkan bahkan termasuk disiplin keilmuan yang beliau kuasai. 

Adanya gembar-gembor slogan, "mari kembali pada Al-Qur'an dan As-Sunnah." Kesannya terdengar sepintas merupakan suatu ajakan yang baik dan seakan-akan memiliki kebenaran yang tak terbantahkan. Namun perlu kita ketahui bersama di balik slogan tersebut, sesungguhnya terdapat jejaring dan jeratan ayat-ayat setan yang sangat berbahaya dalam melaksanakan misi buruknya. ini sengaja dibungkus rapi dengan kemasan agama kian mempesona terlihatnya.

Tes kejujuran sekarang, Ayo siapa yang tidak ingin berpegang teguh pada yang namanya Al-Qur'an dan As-Sunnah sebagai bukti menjadi seorang muslim yang taat? ... ayo siapa yang tidak ingin menjadikan keduanya sebagai pedoman dalam mengarungi kehidupan di dunia ini? ... ayo siapa yang tidak ingin menjadi umatnya Nabi Muhammad yang dikasihi lantaran dekat dengan Al-Qur'an dan As-Sunnah? ...
Pasti dan tentu jawabannya adalah kita ingin sekali, demi keselamatan dunia dan meraih kebahagian di akhirat kelak.

Kemunculan slogan yang di sebar luaskan oleh ulah Ngus-tadz karbitan tersebut, ibarat bom waktu yang akan meluluh lantakkan kehidupan dan peradaban masyarakat pada saatnya nanti. Sedangkan kalau diibaratkan racun adalah  merupakan racun yang mematikan. Susah menemukan obat yang mujarab untuk penawar kesembuhannya.

Kita bisa melihat secara seksama dalam ruang kehidupan masyarakat, akibat ulah bodoh dan sembronohnya kaum ngus-tadz karbitan yang mengaku lebih salafi dari salafi yang sesungguhnya. Dimana kaum ini memiliki kebiasaan dengan sangat mudahnya mempermainkan dan menafsirkan ayat-ayat suci Al-Qur'an dan Al-Hadits ala kelompok mereka. Dengan dalih kehebatannya, langsung mengambil jalan pintas  kepada kedua Sumber Hukum dalam Islam tersebut. Kenyataannya justru yang terjadi malah berbuat banyak fitnah dan kerusakan bagi umat Islam di masyarakat pada umumnya.

Mari sejenak kita lakukan studi pembanding sebagai penguat argumen terkait hal tersebut di atas, tetap masih kita ambil contoh Imam Nawawi.  Berdasarkan dari berbagai sumber referensi yang terpercaya, beliau memiliki sisi keilmuan yang sangat luar biasa, bahkan hafalan haditsnya lebih dari 350.000, sedangkan karya tulisnya tak hanya berisi satu disiplin ilmu pengetahuan semata namun juga dihiasi dengan sastra karena kepiawaian beliau dalam pemahaman bahasa Arab. Akan tetapi beliau masih rendah hati untuk mnyebut dirinya sebagai pengikut Imam Syafi'i.

Termasuk dalam hal ini, ambil contoh kedua misalkan Imam Ibnu Hajar al Asqolani, Amirul mukminin fil hadits, juga merupakan salah satu ulama yang menisbatkan diri kepada mazhab Syafi'i .

Perlu kita ketahui bersama bahwa Keduanya ini adalah ulama hadits terbesar di zamannya. Imam Nawawi menulis al Minhaj, syarah Sahih Muslim paling muktamad. Sedangkan Imam Ibnu Hajar menulis syarah Sahih Bukhori paling paten, Fathul Bari.

Studi analisisnya kemudian, andaikan memang mazhab Syafi'i tidak sesuai sunnah, tidak sejalan dengan hadits, tentu kedua Ulama besar hadits inilah yang akan lebih dahulu menolak mazhab dan memilih langsung kembali pada Al-Quran dan As-Sunnah. 

Tetapi kenyataan yang kita tahu, tidak demikian adanya. Melainkan meskipun mereka ulama terbilang hebat dan punya martabat di mata masyarakat lintas generasi di kemudian hari, mereka masih sadar akan batas kemampuan dirinya.

Sedangkan yang terjadi saat ini justru kebalikannya, banyak kita ketahui bersliweran Ngus-tadz karbitan yang hafalan Al-Qurannya masih banyak dipertanyakan, bahkan terkadang belajar Al-Qur'annya sebatas pada level metode (belum mencapai pada level tafsir atau bahkan pada level penelitian), hafalan haditsnya tak lebih dari empat puluh (terkadang juga belum mampu memahami isinya dengan baik),  kemampuan bahasa Arabnya masih minim dan memprihatinkan, kok malah berani dengan sombongnya mengatakan dan mengkampayekan bahwa "pendapat ulama mazhab itu tidak ada gunanya untuk diikuti." Ini suatu penyimpangan yang sedang merajalelahkan masyarakat sekitar kita, bila ketemu dengan Ngus-tadz karbitan ini patut kita diingatkan biar terbangun dari tidur nyenyaknya.

#Semoga Bermanfaat & Menambah Berkah ...
#Salam Perubahan, Menuju Kemajuan, Dengan Tujuan ...
#Salam Satu Jiwa, Buktikan Kita Pasti Bisa ... 

Selasa, 25 Januari 2022

Pagar Nusa (PN), Hari Ini

Kita sebagai orang tua seharusnya bangga & mendukung putra-putrinya yang turut serta dalam mengembangkan bakat minatnya melalui seni bela diri Pencak Silat Pagar Nusa (PN).

Melalui Pagar Nusa (PN), Putra-Putri kita sebetulnya tidak semata-mata mendalami dunia pencak silat atau melestarikan budaya nenek moyang masyarakat Indonesia yang terwadai oleh NU. Melainkan juga menjaga kebugaran & kesehatan tubuh sejak dini. Dalam ilmu kejiwaan disebutkan "di dalam tubuh yang sehat terdapat jiwa yang kuat."

Untuk nilai lebihnya bergabung di Pagar Nusa (PN) tidak semata-semata sebagaimana hal tersebut di atas sebetulnya, bahkan dalam hal ini dapat menjadi benteng ulama dan para kiai di masyarakat nantinya. Termasuk juga menjadi kekuatan dan garda depan dalam menjaga Nahdlatul Ulama. 

Dengan sudah mulai  diaktifkan kembali latihan rutin melalui program kegiatan ekstra kulikuler baik di lingkungan lembaga atau di pondok pesantren adalah suatu nilai plus buat putra-putri kita untuk menyalurkan kembali pengembangan bakat dan minatnya yang selama ini libur berkepanjangan akibat mewabahnya pandemi covid-19. Tentunya mereka menyambutnya dengan riang gembira.

Pelatihan perdana ini adalah bagian dasar untuk mengembalikan kekuatan fisik. Misalnya lari mengitari lapangan, push-up, scoutjam, melatih tendangan ke depan, dan tendangan putar. Sebelum menginjak tahap latihan dan mengingat-ingat kembali jurus-jurus inti lainnya yang pernah ia pelajari.

Harapan besarnya latihan perdana ini dapat memberikan kekuatan dan daya imun bagi tubuh mereka, apalagi sampai hari ini sebetulnya masih kategori masa pandemi Covid-19. Dengan berlanjutnya varian-varian terbaru virus tersebut. 

Dan, mudah-mudahan juga ke depannya, lebih bisa melakukan tindak lanjut dari latihan perdana ini akan adanya uji trend aksi panggung sebagai bentuk gebyar dan syiar Pagar Nusa (PN). Tentunya dengan tetap semangat menjaga aqidah Aswaja an-Nahdliyah di tengah masyarakat yang pluralisme.

#Semoga Bermanfaat & Menambah Berkah ...
#Salam Perubahan, Menuju Kemajuan, Dengan Tujuan ...
#Salam Satu Jiwa, Buktikan Kita Pasti Bisa ...

Sabtu, 22 Januari 2022

Tuhan & Sebutannya

Dalam ruang dan regulasi peradaban sejarah keberadaan suatu masyarakat di suatu bangsa, banyak masyarakat menyebut Tuhan dengan berbagai varian sebutan. Tentu saja ini bukan berarti  menganggap Tuhan itu tidak tunggal atau ada lebih dari satu dan seterusnya. (Baca: Sejarah peradaban & Islam)

Sebagaimana keyakinan atau keimanan yang tertanam dalam sanubari kita sejak lahir, termasuk dalam ruas ilmu tauhidnya Tuhan itu hanya ada satu (Tuhan itu Esa). (Baca: Pembelajaran Aqidah & Ilmu Tauhid)

Apapun varian sebutannya Tuhan itu tetap satu. Perlu kita ketahui bersama, beda bangsa maka beda pula bahasa yang dipakai sehari-hari. Termasuk pula dalam hal ini menyebut Tuhan yang jadikan tempat menyembah dan meminta pertolongan mengarungi kehidupan. (Baca: Baca Meraih Taufik) 

Dalam konteks pembelajaran dan penanaman keyakinan atau keimanan, bahwa Nabi yang diturunkan Allah itu ada 124 ribu nabi, dan 313 Rasul. Setiap bangsa itu ada Nabinya yang memperkenalkan dan mengajarkan ke Esa an Tuhan. (Baca: Pembelajaran Aqidah)

Oleh sebab itu, karena kontennya seperti ini sehingga setiap bangsa akan punya bahasa yang berbeda. Dan, penyebutan nama Tuhan juga pasti bakal berbeda pula. Ini adalah suatu hukum alamnya. (Baca: Peradaban & Kehidupan Beragama di Belahan Dunia)

Skala Kongkritnya kita ambil contoh, dalam rekam laku lampahnya sebagai umat Islam pastinya meyakini Allah pernah menurunkan kitab Taurat untuk Bani israil sebagai petunjuk jalan hidupnya. Pertanyaannya, apakah di dalam kitab Taurat tersebut Allah disebut sebagai Allah? jawabannya tentu "tidak." (Baca: Agama-Agama di Dunia)

Perlu kita ketahui bersama, Kitab Taurat berbahasa Ibrani. Dalam kitab ini Allah disebut Yehuwa. Yehuwa itu siapa ya Allah cuman dalam konteksnya ini beda bahasa untuk menyebutnya. Yehuwa adalah bahasa Ibrani, sedangkan Allah adalah bahasa Arab yang berarti Tuhan. (Baca: Sejarah Taurat Sebagai Petunjuk Jalan Hidup)

Merujuk dan selaras dalam konteksnya ini, sama halnya sebutan Tuhan di bumi tercinta Nusantara ini ada yang menyebut dengan sebutan Sang Hyang Widhi, Oum, Gusti ingkang murben dumadi, Gusti ingkang akarya jagat, Gusti Allah d.s.t. (Baca: Sebutan Tuhan di Bumi Nusantara)

Pembelajaran ilmu tauhidnya Tuhan itu Esa, tidak beranak dan diperanakkan, tidak laki-laki dan perempuan, tidak dapat digambarkan, tidak terkurung oleh dimensi ruang dan waktu sebagaimana kebalikan dari makhluknya. (Baca: Pembelajaran Tafsir Surat Al-Ikhlas)

Dalam pembelajaran lembar ilmu ketauhidan, oleh karenanya kenapa Tuhan selalu di tuliskan hanya sebatas dengan nama tulisan atau aksara. Dan, tidak digambarkan dalam wujudnya dengan varian imajinasinya. (Baca: Tokoh Agama, Kitab, Tempat Ibadah)

Ruang geraknya, Sebetulnya saudara-saudara kita di bumi Nusantara atau sekitarnya baik yang beragama Islam, Hindu, Yahudi, Buddha d.s.t. Tuhan tidak digambarkan dalam varian bentuk imajinasinya, melainkan hanya dituliskan namanya saja. Sebagai sumber hidup dan adanya kehidupan di alam semesta ini. (Baca: Ruang Pergerakan Agama di Dunia)

Laa ilaaha illa huwal adziimul khaliim, laa ilaaha illa huwa robbul arsyil adzim, laa ilaaha illa huwa robbusssamawaati wal ardi warobbul arsyil kariim. 

#Semoga Bermanfaat & Menambah Berkah ...
#Salam Perubahan, Menuju Kemajuan, Dengan Tujuan ...
#Salam Satu Jiwa, Buktikan Kita Pasti Bisa ...

Jumat, 21 Januari 2022

K-Prototipe

Sebagai bentuk upaya perbaikan & membangun kemajuan dalam dunia pendidikan, pemerintah membuat suatu progres-prospect & impact kurikululum terbarukan yang diberi nama K-Prototipe atau kurikulum Prototipe. Dimana kurikulum ini memiliki kelebihan antara lain:

Sebagai bentuk kunci jawaban dan upaya penyikapan akibat berlangsungnya pandemi (yang menghilangkan potensi pembelajaran literasi & numerasi).

Kurikulum prototipe memiliki karakteristik khusus, di antaranya yakni: proses kegiatan belajar dibuat berdasarkan projek untuk mengembangkan potensi keahlian khusus siswa dengan tetap mengedepankan karakter personal siswa seperti iman, takwa, gotong royong, global, kreatif dan kritis.
Karakter lain dari kurikulum ini adalah lebih menitikberatkan esensi dari tiap materi pembelajaran agar nilai kompetensi di bidang literasi dan numerasi terpenuhi. Dan, guru sebagai tenaga pendidik lebih fleksibel dalam hal penyesuaian muatan lokal yang sesuai dengan kapasitas siswanya.

Struktur Kurikulum Prototipe ini memiliki dua stuktur khusus, yakni kegiatan yang bersifat intrakurikuler dan kegiatan yang bersifat projek baik secara perseorangan maupun kelompok yang proses penerapannya diserahkan sepenuhnya kepada sekolah maupun tenaga pendidik tiap mata pelajarannya.

Kurikulum prototipe juga memiliki perbedaan dalam hal waktu atau jam pelajaran. Jika kurikulum 2013 lebih menghitung jumlah jam pelajaran berdasarkan hitungan minggu, maka kurikulum prototipe menghitung jam pelajaran berdasarkan tahun.

#Semoga Bermanfaat & Menambah Berkah ...
#Salam Perubahan, Menuju Kemajuan, Dengan Tujuan ...
#Salam Satu Jiwa, Buktikan Kita Pasti Bisa ...

Rabu, 19 Januari 2022

Varian Model Dakwah

Dalam model  penerapannya di masyarakat kita selama ini, pada umumnya ada tiga varian model dakwah minimalnya.

Pertama, dakwah bil-lisan atau lebih familiar di masyarakat dikenal dengan dakwah oral seperti khutbah dan ceramah secara monolog pada umumnya. Audience tinggal mendengarkan isi dari ceramah tersebut secara seksama. (Baca: Memahami strategi dakwah)

Kemudian kedua, dakwah bil-hal atau dakwah dengan cara mengaktualisasikan diri (melakukan tindakan nyata). Misal pada umumnya memberikan santunan atau berbuat lebih terhadap sesama dengan tujuan membuat menjadi bahagia mulai dari membuat orang yang lapar sebab hidup di bawah garis kemiskinan menjadi kenyang karena dapat bantuan langsung, membuat orang menangis karena kekurangan menjadi tertawa bahagia karena dapat uluran bantuan, dan yang masih bodoh menjadi berilmu pengetahuan dan punya pengalaman. (Baca: Varian strategi dakwah)

Ketiga, dakwah bil-kitabah atau lebih dikenal dengan sebutan dakwah literasi. Yakni, dakwah yang menjadikan bahan bacaan atau tulisan sebagai sumber medianya secara langsung. Dakwahnya ini bersifat mengajak masyarakat untuk mengenal, membaca sumber bahan bacaan, memahami isi karya tulis ilmiah untuk membuka cakrawala pemikiran, memahami fenomemena alam atau kondisi masyarakat di sekeliling. (Baca: Dakwah selangkah lebih maju)

Dalam konteksnya ini termasuk memahami isinya Al-Qur’an, Al-Sunnah, karya ilmiah para Ulama salaf maupun  Kontemporer, termasuk dengan menulis berbagai varian artikel terkait memberikan solusi umat melalui media sosial sebagai interpretasinya. (Baca: Karya Ulama kontemporer)

Jadi benang merahnya dari dakwah literasi ini adalah sebagai bentuk mengajak masyarakat untuk membaca dan memahami kerangka dasar Islam dari sumber bacaan yang otoritatif dan terjaga validitasnya. (Baca: Regulasi dakwah di era digitalisasi)

Harapan besar dari dakwah literasi ini adalah mempu membuka ruang dan relasi baru untuk memberikan pemahaman terhadap umat Islam dalam memahami Islam seutuhnya. Dengan demikian, budaya mendengar perlahan jadi bergeser kepada budaya membaca. Ini termasuk salah-satu bagian strategi dakwah di era saat ini yang patut diperdayakan. (Baca: Dakwah & pemberdayaan masyarakat)

Catatan penting bagi kita, dakwah literasi ini adalah bentuk tekat dan kesungguhan kita untuk membaca kemudian menulis (dijadikan sebuah karya) apa saja terkait dakwah untuk disuguhkan kepada masyarakat pada umumnya. Kalau selama ini masyarakat mendengar seorang Ustad, Kyai atau Ulama berceramah, maka dalam hal ini masyarakat membaca karya tulis seorang Ustad, Kyai atau Ulama tersebut. (Baca: Ulama kontemporer & pemikiran modern dalam Islam) 

Dalam dakwah literasi ini diharapkan adanya ruang transformasi, terciptanya progres, prospect dan impact dalam metode dakwah. Dimana selama ini pada umumnya masih terfokus, terkotak atau berkutat pada dakwah bil-lisan termasuk bil-hal.

Diharapkan dakwah juga dapat bergeser dari ruang dakwah monolog, dakwah dialog termasuk juga dakwah terbukukan dalam bentuk tulisan (kitab, buku, jurnal, artikel, buletin d.s.t dengan berbagai varian bentuk mengikuti perkembangan zamannya).

Catatan garis besarnya, baik dakwah bil-lisan, dakwah bil-hal, dakwah bil kitabah atau literasi harus tetap memegang teguh prinsip dasar dakwah Islam dan menjunjung tinggi nilai-nilai budaya yang ada di masyarakat Nusantara pada umumnya. Yakni harus berisikan penuh hikmah, penuh nasihat, berdiskusi dengan cara yang baik. Menghindarkan diri dari berbagai sikap intoleransi atau premanisme terselubung yang merugikan dan merusak karakter generasi muda pada umumnya. (Baca: Dakwah Muslim Nusantara)


#Semoga Bermanfaat & Menambah Berkah ...
#Salam Perubahan, Menuju Kemajuan, Dengan Tujuan
#Salam Satu Jiwa, Buktikan Kita Pasti Bisa ...

Jumat, 14 Januari 2022

Makna Kehidupan, Dibalik Sesajen

Dalam satu kesempatan, Emha Ainun Nadjib atau lebih populer dengan sebutan Cak Nun yang dikenal oleh masyarakat luas sebagai budayawan atau tokoh intelektual muslim Indonesia pernah mengatakan bahwa ada seseorang menyebut sesajen merupakan suatu bentuk menentang syariat. Menanggapi hal tersebut, beliau pun mengungkapkan bahwa tidak ada yang bilang bahwa adanya sesajen itu sebagai upaya menyembah hal-hal selain Allah, melainkan hanya menghormati ciptaan-Nya saja. (Baca: Mutiara hikmah Budayawan Nusantara)

Oleh karena itu pentingnya bagi kita untuk memahami salah satu ritual kebudayaan yang telah lama hidup di masyarakat Indonesia hingga saat ini. Yakni kebudayaan (tradisi) membuat sesajen atau sajen, tujuannya tidak lain biar kita tidak memiliki pemahaman yang salah. Akibat dari kesalahan ini sehingga bisa merusak hubungan kita antar umat beragama. Sesajen yang kita kenal di masyarakat pada umumnya tidak hanya kita temui di Bali yang mayoritas penduduknya beragama Hindu, akan tetapi juga di hampir seluruh penjuru Nusantara bahkan di luar negeri. (Baca: Tradisi masyarakat Nusantara)

Dalam rekam jejak sejarah peradaban Nusantara, sesajen di beberapa daerah identik dengan ritual persembahan yang diberikan untuk dewa-dewi, roh leluhur atau makhluk gaib lainnya yang dianggap punya peran dalam ruang kehidupan. 

Namun juga perlu kita ketahui bersama, bahwasanya ritual sesajen juga sudah mengalami akulturasi nilai dengan agama Islam, misalnya relasi nilainya diubah menjadi sedekah. Bahkan masyarakat setempat ada yang mengistilahkan dengan istilah sedekah bumi. Ini sebagai bentuk atau wujud rasa syukur kepada Tuhan karena diberi panen hasil bumi yang melimpah. (Baca: Rekam jejak perjuangan Walisongo)

Perlu untuk kita ketahui juga terkait filosofi dari varian isi sesajen yang masih bertahan dan dilestarikan mulai dari masa leluhur terdahulu hingga saat ini. Diantaranya adalah makanan yang dihidangkan dalam sesajen, seperti buah pisang yang memiliki simbol makna  pengharapan keberkahan dari Tuhan Yang Maha Esa, kelapa yang merupakan pengingat cikal bakal atau yang mendahului sebelum seseorang hidup di dunia (yakni leluhur), janur simbol makna yang dimaksudkan agar masyarakat dapat hidup bahagia di dunia maupun di akhirat kelak, telur sebagai simbol makna bibit (asal usul), daun sirih atau dalam bahasa Jawa biasa disebut dengan suruh atau disimbolkan sebagai kaweruh (pengetahuan), bunga kantil yakni memiliki simbol makna setiap orang yang hidup harus punya kumantile ati atau kemantapan hati, kenanga maksudnya hidup tentu akan "kenek ngene, kenek ngono" atau terkena ini terkena itu (berhadapan dengan masalah, dan mawar yang memiliki simbol makna bahwa semua ini akan selalu "mawarno-warno" atau penuh dengan warna. Namun meskipun demikian setiap kita diharus tetap memiliki berpegangan pada unsur & prinsip hidup agar tidak mudah goyah dalam menyelami samudera kehidupan yang penuh dengan tantangan. (Baca: Filosofi ajaran leluhur Nusantara)

Sebagai catatan penting bagi kita, jika  ada seseorang melestarikan sesajen kemudian ada yang menyebutnya sebagai penyembah makhluk ghaib maka itu sudah menjadi ranah pribadi setiap orang yang menilainya. 

Ini adalah suatu kewajaran hidup di tengah masyarakat  pluralisme berkemajuan, sebab celahnya jika seseorang tidak suka akan mencari-cari kesalahan tertentu.

Oleh sebab itu dalam bahasa simpulnya sebagai penyempurna pengetahuan dalam konteksnya ini, dalam sesajen biasanya juga terdapat daun jati atau daun pisan kering yang dijadikan alasnya. Hal ini dimaksudkan agar sebelum menilai atau bertindak sesuatu seharusnya dipikirkan terlebih dahulu dampak atau efeknya. (Baca: Menciptakan kebersamaan di bumi Indonesia) 

#Semoga Bermanfaat & Menambah Berkah ...
#Salam Perubahan, Menuju Kemajuan, Dengan Tujuan ...
#Salam Satu Jiwa, Tunjukkan Kita Pasti Bisa ...

Sabtu, 08 Januari 2022

Semar & Ajaran Kehidupan

Dalam lakon seni pewayangan tokoh Semar digambarkan memiliki postur tubuh yang terkesan beda dengan yang lain. Bahkan khalayak pecinta seni ini sempat ada yang bilang postur tubuhnya lucu, unik & menggemaskan (Baca: Pecinta Seni Pewayangan). 

Dalam setiap cerita pagelaran seni pewayangan, tokoh Semar yang memiliki postur tubuh LUIM (Lucu, Unik, Menggemaskan) ini justru mendapatkan posisi & tempat terhormat dalam laku perjalanan kehidupannya. Diantaranya tokoh yang satu ini pernah menjadi pembina atau pengasuh para ksatriya sejati, termasuk juga penasihat para ksatriya dalam berbagai persoalan & gejolak di tengah masyarakat. 

Tokoh ini terkenal memiliki karakteristik khas diantaranya jujur dalam bertindak, terbuka dalam segala hal, sederhana dalam bersikap, tulus tanpa memandang bulu, berbuat sesuatu tanpa berharap pamrih (Baca: Karakter Pemimpin Berkemajuan).

Memiliki kelebihan titipan pengetahuan yang sangat luas, cerdik dalam menyikapi berbagai persoalan & memiliki mata batin yang sangat tajam dalam melihat & mengurai masa depan (Baca: Tujuh Sikap Ilmiah). 

Bahkan dalam seni pagelaran pewayangan tokoh Semar ini sering diiklankan oleh para Pendalang memiliki hati yang 'nyegara' (seluas samudera) serta kewaskitaan dan kapramanan-nya sedalam samudra. Timbal baliknya dalam bahasa seleksi alamnya, hanya ksatriya sejatilah yang akan menjadi binaan atau asuhan  Semar (Baca: Mengenal Lebih Dekat Tokoh Pewayangan).

Keunikan Semar dalam setiap kali memberikan pelajaran kehidupan (nasihat) kepada Ksatriya yang menjadi binaannya memiliki corak & ciri khas tersendiri, seringkali ditampilkan dalam filosofi kehidupan yang bersifat umum & bisa berlaku hingga kapanpun serta bisa berguna bagi kehidupan masyarakat pada umumnya juga. Contoh pelajaran kehidupan yang sering disampaikan oleh Semar "urip iku urup" yang memiliki arti & tafsirnya dalam kehidupan sehari-hari "hidup itu harus menyala,  hidup itu harus bisa memberikan nilai manfaat kepada yang lain atau yang ada di sekitar kita bukan malah sebaliknya."

Semakin besar nilai manfaat yang kita berikan kepada masyarakat tentu akan semakin baik pula bagi kita maupun kepada masyarakat pada umumnya. Termasuk masih dalam konteksnya ini, sekecil apapun manfaat yang kita berikan kepada masyarakat jangan sampai kita menjadi orang yang meresahkan & menyengsarakan masyarakat di sekitar kita (Baca: Teori Kajian Real Action Not Talk Only).

Pelajaran kehidupan yang diberikan Semar ini memberikan catatan tersendiri kepada kita, Manfaat yang kita berikan ibarat api yang menyala (dimana api ini bukan berarti bara yang membakar dan memusnahkan apa saja) tetapi api memiliki makna sebagai cahaya yang selalu menyala dan menyinari setiap langkah masyarakat ke jalan yang benar & mendapat ridho-Nya (Baca: Membangun Peradaban Dengan Keadaban).

Jangan sampai kehadiran kita di tengah masyarakat selalu membuat resah, mengganggu ketenangan & ketentraman karena hal itu tidak sesuai kodrat kita sebagai makhluk mulia (Baca: Ilmu Pendidikan Islam).

Andai kita berbuat sesuatu yang keliru itu adalah lupa, tetapi kalau kekeliruan itu berulang berarti sudah menjadi wataknya. Apabila kehadiran kita mempunyai arti untuk orang lain, orang-orang disekitar kita. Semakin besar manfaat yang kita bisa berikan pada orang lain maka hidup akan semakin baik. Dan begitu sebaliknya apabila kehadiran kita tidak membawa nilai manfaat bagi masyarakat maka keberadaan kita sebetulnya seperti mayat hidup (Baca: Ta'limul Muta'allim).

#Semoga Bermanfaat & Menambah Berkah ...
#Salam Perubahan, Menuju Kemajuan,
Dengan Tujuan ...
#Salam Satu Jiwa, Buktikan Kita Pasti Bisa ...

Kamis, 06 Januari 2022

Peran Agama (Dalam Studi Kehidupan Masyarakat Majemuk)

Kebutuhan kita terhadap ilmu pengetahuan agama sangatlah besar.  Mengingat kita hidup pada masa yang jauh dari Rasulullah.

Sehingga dalam hal ini manusia memerlukan ilmu pengetahuan agama lebih banyak dari pada keperluanya pada makanan dan minuman. Ini dikarenakan kebutuhan seseorang terhadap makanan dan minuman dalam sehari hanya sekali, dua kali atau tiga kali. Sedangkan kebutuhan manusia terhadap ilmu pengetahuan ini sebanyak tarikan nafas. Mengingat kita sendiri hidup di tengah masyarakat majemuk.

Agama dalam kehidupan masyarakat majemuk dapat berperan sebagai pemersatu (integratif) dan dapat pula berperan sebagai pemecah (disintegratif). Fenomena semacam ini akan banyak ditentukan oleh beberapa hal antara lain: Teologi agama dan doktrin agamanya, sikap dan perilaku pemeluknya dalam memahami dan menghayati agama tersebut, lingkungan sosio-kultural yang mengelilinginya, peranan dan pengaruh pemuka agama dalam mengarahkan pengikutnya. 

Karena itu, pembelajaran pendidikan agama Islam diharapkan mampu mewujudkan ukhwah Islamiyah dalam arti luas tersebut. Meskipun masyarakat berbeda-beda agama, ras, etnis, tradisi dan budaya tetapi bagaimana melalui keragaman ini dapat dibangun suatu tatanan hidup yang rukun, damai dan tercipta kebersamaan hidup serta toleransi yang dinamis dalam membangun bangsa Indonesia berkemajuan.

Dengan begitu, bangsa kita akan benar-benar menjadi bangsa yang bersih dari kelompok takfiri (mengkafirkan selain kelompoknya) dan tadhlili (menganggap sesat di luar kelompoknya). Dimana kelompok ini menjadikan masyarakat resah akibat ulahnya selama ini.

#Semoga Bermanfaat & Menambah Berkah ...
#Salam Perubahan, Menuju Kemajuan, Dengan Tujuan ...
#Salam Satu Jiwa, Buktikan Kita Pasti Bisa ...

Senin, 03 Januari 2022

Antara Memakmurkan Ataukah Dimakmurkan Masjid

Dalam babak awal sejarah perkembangan peradaban & pendidikan Islam, Masjid menjadi pusat perhatian tersendiri bagi umat pada waktu itu.

Sebab Masjid tidak sekedar dijadikan tempat sholat berjama'ah atau menempah daya spiritualitas melainkan fungsinya lebih dari itu, mulai dari untuk musyawarah menyelesaikan masalah umat, tempat forum komunikasi umat, tempat pengembangan bakat para pemuda, menjadi pusat kajian keilmuan d.s.t.

Oleh sebab itu pemahaman terkait fungsi & pengembangan Masjid saat ini perlu adanya revitalisasi & reaktualisasi. Tugas & pekerjaan rumah kita bersama saat ini adalah bagaimana mengembalikan fungsinya Masjid Sesuai dengan sunnah Rasul atau sebagaimana yang pernah dicontohkan para sahabat, tabi'in, tabi'ut tabi'in atau para tokoh peradaban Islam setelahnya dengan tetap mengikuti perkembangan semangat zamannya.

Peran kita bersama disini, dituntut untuk memakmurkan Masjid mulai dari melengkapi fasilitasnya mengikuti perkembangan zaman, menerapkan berbagai varian program atau kegiatan dengan menyesuaikan kondisi semangat zamannya. Bukan sebaliknya, Masjid  dijadikan tempat mencari keuntungan atau ingin dimakmurkan oleh Masjid. 

Dalam ruang lingkupnya standar mutu manajemen pendidikan Islam, fungsi Masjid pada umumnya saat ini seharusnya selain digunakan tempat ibadah juga menjadi pusat kehidupan komunitas Muslim mulai dari Kegiatan perayaan hari besar, musyawarah bersama, kajian agama, taman pendidikan Al-Qur’an,  termasuk untuk membangun roda perekonomian masyarakat.

Sehingga bahasa simpulnya tuntutan dalam konteksnya sekarang ini, pengelolaan Masjid disamping untuk menempah daya spiritualitas, juga seharusnya menjadi pusat perekonomian atau bisnis syariah sehingga mampu meningkatkan ekonomi umat Islam di masyarakat sekitarnya.

Untuk itu harapan besar kita bersama dalam mengelola Masjid tidak cukup hanya bermodalkan atau mengandalkan sikap ikhlas, tidak pula hanya berdasarkan ketokohan atau hanya diurus oleh orang yang dituakan saja. 

Akan tetapi kita juga membutuhkan tenaga yang benar-benar terampil untuk menerapkan manajemen modern, proporsional & profesional, sembari dengan tetap memegang prinsip ajaran Agama Islam dengan baik & penuh tanggungjawab

Dalam hal ini minimal kita membutuhkan  empat strategi pokok pengelolaan Masjid antara lain, pertama yaitu pentingnya sosialisasi fungsi Masjid dengan sebenarnya, kedua yaitu adanya peningkatan kualitas kepemimpinan bagi para pengelola Masjid, ketiga yaitu peningkatan etos kerja pengurus Masjid, keempat yaitu adanya pembenahan organisasi & adminstrasi pengelolaan Masjid untuk menjawab tantangan zamannya.

Keempat strategi tersebut dapat berjalan secara efektif tentunya dibutuhkan beberapa pendekatan mulai dari pendekatan historis, kultural, fungsional & struktural agar berjalan secara kondusif di lapangan.

#Semoga Bermanfaat & Menambah Berkah ...
#Salam Perubahan, Menuju Kemajuan, Dengan Tujuan ...
#Salam Satu Jiwa, Buktikan Kita Pasti Bisa ...

Sabtu, 01 Januari 2022

Akar & Hasil Pendidikan

Dalam sejarah peradaban dunia pada akhir 1957, Rusia meluncurkan pesawat Sputnik. Akibatnya Amerika Serikat (AS) terkejut dan merasa ketinggalan zaman. Serta-merta Politisi AS menuding pendidikan sebagai biang keladi ketertinggalan bangsa AS dari Rusia. Presiden John F Kennedy menanggapi serius "rendahnya mutu" pendidikan AS saat itu dan mencanangkan program peningkatan mutu pendidikan. Hasil akhirnya di Tahun 1969, Neil Amstrong mendaratkan Apollo di Bulan.

Tanggapan dan reaksi yang dilakukan Amerika itu menunjukkan, bahwa dunia pendidikan menempati posisi strategis dalam menentukan maju tidaknya suatu bangsa. Sebagai pucuk pimpinan, John F Kennedy tidak terima dikalahkan oleh Rusia. John F Kennedy berambisi mengejar kekalahan atau ketertinggalannya, diantaranya dengan menggenjot dunia Pendidikan ke arah berkemajuan .

Ini suatu pertanda dalam ranah itu, John F Kennedy sudah  bisa membaca akar dan hasil. Ketika hasil tidak memuaskan yang dicapi oleh negara atau masyarakatnya, John F Kennedy melacak dari aspek akar masalahnya. Akar masalah ini terletak pada aspek strategis, yakni dunia pendidikan. Kesalahan dalam hal pengabaian dunia Pendidikan membuat Amerika harus membayar mahal, yakni kalah dalam pertarungan hasil Iptek dengan negara lain.

Kejayaan atau kemajuan yang di capai AS itulah yang disebut akibat Sputnik, keterkejutan atas ketertinggalan yang membawa kepada kesadaran perlunya sebuah perubahan. Sputnik membuat John F Kennedy tidak tinggal diam. Ia melakukan gerakan perubahan. Hanya dengan mengubah paradigma dan kebijakan dunia Pendidikan, maka “dunia lainnya” bisa diubah, atau diantarkan menunju kemajuannya.

Refleksifitasnya sekarang pada bangsa kita ini, bangsa Indonesia sebetulnya sudah sering dikejutkan dengan berbagai lembaga internasional yang memberi penilaian yang tidak enak didengar, yang sejatinya sebagai kritik serius yang menunjukkan pada kita kalau sebenarnya masih banyak “pekerjaan rumah” bangsa yang harus dibenahi disana-sini, yang berhubungan dengan masalah sumber daya manusia (SDM).

Diantara salah satu dari penilaian itu adalah tentang rendahnya mutu sumber daya manusia Indonesia yang menempatkan Indonesia di posisi amat rendah, sehingga ketika kita diposisikan demikian, hal ini identik dengan mempertanyakan tentang keseriusan kita dalam mengedukasikan diri di situasi atau kondisi apapun.

Tantangan yang terjadi di era yang sulit seperti yang masih berlangsung sampai sekarang ini akibat virus Corona, patut diapresiasi langkah Negara (pemerintah) yang tidak main-main dengan Pendidikan. Negara menelorkan kebijakan “tetap wajib” belajar dan belajar, meskipun dari rumah. Tidak boleh ada istilah libur dalam belajar.

Keberadaan setiap subyek didik punya kewajiban menunjukkan aktifitasnya dengan menciptakan atmosfir edukasi dimana-mana, meski tidak harus bersama-sama (dalam tatap muka). Mereka diwajibkan untuk menjaga urgensinya proses pembelajaran demi keberdayaan, kejayaan, dan keemasan bangsa.

Dalam hal ini secara umum, potret bangsa bisa terbaca melalui penyelenggaraan pendidikannya. Kalau bangsa ini maju, niscaya pendidikannya maju. Kalau bangsa ini mundur, berarti pendidikannya tidak maju. Atas dasar ini, bisa kita pahami langkah pemerintah yang tidak menginginkan akibat Corona, lantas dunia pendidikan  menjadi terimbas dalam ranah ketidakberdayaan.

Konsep paradigma kausalitas itulah yang seringkali digunakan menembak atau memperlakukan Indonesia sebagai “tersangka” dengan dakwaan pendidikannya masih belum beranjak dari lingkaran stagnasi atau hanya sedikit progresifitas, atau jauh dari misi menyelamatkan dan mencerahkan sumberdaya pendidikan.

#Semoga Bermanfaat & Menambah Berkah ...
#Salam Perubahan, Menuju Kemajuan, Dengan Tujuan ...
#Salam Satu Jiwa, Buktikan Kita Pasti Bisa ...